Pengertian Indeks Dan Skala Dalam Penelitian

Pengertian Indeks Dan Skala Dalam Penelitian

Dalam sebuah penelitian survey terutama yang menggunakan kuisioner atau angket dalam proses mendapatkan data penelitiannya, kiranya perlu diketahui beberapa istilah atau konsepsi yang dapat membantu peneliti dalam membangun framework yang tepat dalam proses persiapan hingga pelaksanaan penelitian. Indeks dan Skala!

Sebelumnya mari kita dengan seksama mengkonsepsikan proses pengukuran yang umum digunakan sebagai framework pada penelitian sosial :

  1. Menentukan dimensi konsep penelitian. Konsep dan variabel penelitian sosial seringkali memiliki lebih dari satu dimensi. Semakin lengkap dimensi suatu variabel yang dapat diukur, semakin baik ukuran yang dihasilkan. Sebagai misal, dalam penelitian internasional tentang nilai anak, oleh Arnold dan Fawcett konsep ini dirumuskan sebagai hal-hal yang menguntungkan dan merugikan orang tua anak. Menurut mereka, konsep ini terdiri dari empat dimensi, yakni Nilai Positif, Nilai Negatif, Nilai Keluarga Besar dan Nilai Keluarga Kecil. Ukuran variabel nilai ekonomi anak, jadinya hanya dapat dikatakan lengkap apabila keempat dimensi tadi tercakup oleh instrumen pengukuran.
  2. Rumusan ukuran untuk masing-masing dimensi. Ukuran ini biasanya berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan dimensi tadi.
  3. Tentukan tingkat ukuran yang digunakan. Dalam proses penelitian sosial dikenal empat tingkat ukuran, yakni : nominal, ordinal, interval dan rasio. (Baca artikel : Pengukuran dan Skala Ukur)
  4. Tentukan tingkat validitas dan reliabilitas dari alat pengukuran. Pengujian ini perlu dilakukan bila yang dipakai adalah instrumen penelitian yang baru. (jika perubahan sosial terjadi setiap waktunya maka instrumen penelitian penting untuk dilakukan pengujian ulang setiap diadakan pengulangan penelitian).

Dalam penelitian sosial, instrumen pengukuran yang paling sederhana biasanya berbentuk pertanyaan tunggal. Misalnya, untuk mengukur variabel Nilai Ekonomi Anak ditanyakan “Apakah Bapak/Ibu mengharapkan bantuan keuangan dari Anak di hari tua?” Tiga alternatif jawaban yang mungkin diminta diantaranya “1” Tidak Mengharapkan, “2” Tidak Berpendapat, dan “3” Mengharapkan. Walaupun ukuran disini sudah memenuhi syarat sebagai instrumen pengukuran, namun kualitasnya masih rendah, sebab pertanyaan tunggal seperti ini tidak akan dapat mengungkapkan konsep nilai ekonomi anak dengan lengkap dan tepat. Karena itulah dalam penelitian sosial dikembangkan ukuran gabungan yang dipandang lebih dapat mengukur konsep-konsep ilmu sosial secara lebih lengkap dan tepat. Ukuran gabungan ini dikenal sebagai indeks dan skala.

Dalam literature metodologi, istilah indeks dan skala sering digunakan secara salah, seolah-olah keduanya mempunyai arti yang sama. Bila dipandang selintas, indeks dan skala ada persamaan, yakni keduanya adalah ukuran ordinal yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengurutkan respoden dalam urutan yang lebih tepat menurut variabel tertentu.

Indeks dan skala adalah ukuran gabungan untuk suatu variabel. Agar diperoleh ukuran yang lebih lengkap dan tepat, maka ukuran suatu variabel tidaklah semata-mata didasarkan pada satu pertanyaan, melainkan pada beberapa pertanyaan. Misal, untuk mengukur nilai ekonomi anak, digunakan indeks ekonomi anak yang terdiri dari beberapa pertanyaan dan skor responden adalah jumlah skor dari pertanyaan tadi.

Perbedaan pokok antara indeks dan skala terletak pada penentuan skor. Indeks adalah akumulasi skor untuk tiap pertanyaan. Jadi, kalau suatu indeks terdiri dari 5 pertanyaan dan setiap pertanyaan memiliki jenjang skor 1 sampai 3, maka skor indeks berkisar antara 5 dan 15. Sebaliknya, skala disusun atas dasar penunjukkan skor pada pola-pola atribut (indikator). Artinya, dalam penyusunan skala diperhatikan instensitas (tingkatan bobot) struktur dari atribut-atribut yang hendak diukur. Jadi dalam penerapannya terdapat perbedaan yang sangat jelas antara indeks dan skala.

Suatu ilustrasi sebelum kita mengenal lebih jauh mengenai konsepsi penilaian intrumen penelitian yang hendak disusun dan digunakan dalam penelitian.

“Misalkan, peneliti ingin mengukur penerimaan sosial masyarakat terhadap bekas tahanan politik (tapol) dengan menanyakan pekerjaan apa yang boleh dipangku oleh mereka.”

Pertama : Kalau penelitian menggunakan indeks, maka pertanyaannya adalah sebagai berikut, “Apakah bekas Tapol boleh bekerja sebagai (1) Pegawai Negeri (2) Pegawai Swasta (3) Pedagang (4) Petani dan (5) Buruh Tani”

Responden yang mempunyai tingkat penerimaan sosial yang tinggi akan menjawab “Ya” untuk kelima jenis pekerjaan tersebut dan akan mendapat skor 5, Responden yang mempunyai tingkat peneriamaan sosial rendah mungkin hanya menjawab “Ya” untuk salah satu pekerjaan di atas, Kalau seorang responden memiliki skor 1, skor tersebut hanya menunjukkan bahwa tingkat penerimaan sosial rendah, tetapi dari jawaban tersebut tidak mengetahui pekerjaan mana yang menurut responden boleh dipegang oleh bekas Tapol, karena tiap pekerjaan diberi bobot yang sama.

Kedua : Berbeda dengan dengan indeks penerimaan sosial yang disusun atas jumlah pekerjaan yang diperbolehkan untuk bekas Tapol, skala penerimaan sosial disusun dengan memperhatikan bobot atau intensitas pekerjaan. Jadi bentuk pertanyaan untuk skala penerimaan sosial akan berbentuk, “Apakah bekas Tapol boleh bekerja sebagai (1) Dirjen, Gubernur atau Direktur Utama (2) Kepala Biro, Kepala Dinas atau Direktur (3) Pegawai Tata Usaha (4) Operator Produksi dan atau (5) Buruh”

Kelima jenis pekerjaan ini mempunyai bobot status dan tanggung jawab yang berbeda, karena itu responden yang memperbolehkan bekas Tapol untuk menjadi Gubernur dapat diharapkan akan menjawab “Ya” juga untuk pekerjaan lainnya. Responden yang menjawab “Ya” untuk Buruh belum tentu memberikan jawaban yang sama untuk Operator Produksi dan Direktur yang memiliki bobot tanggung jawab yang lebih berat dari buruh.

Dengan demikian skor pada skala penerimaan sosial selalu dapat dikaitkan dengan jenis pekerjaan yang menurut responden boleh dijabat oleh bekas Tapol. Karena skala dapat memberikan informasi yang lebih lengkap, ukuran ini kualitasnya lebih baik dari Indeks. Dan karena penyusunan Skala amat rumit dan merupakan upaya tersendiri, maka dalam penelitian sosial biasanya lebih sering dipakai Indeks sebagai instrumen pengukuran.

Untuk lebih jelasnya kita uraikan pembahasan indeks dan skala sebagai berikut :

  1. Penyusunan Indeks

Pada kebanyakan penelitian sosial, peneliti belum memberikan perhatian yang cukup serius pada instrumen pengukuran (skal atau indeks). Karena itulah seringkali ditemui indeks dan skala yang kurang baik dan hasil penelitian yang kurang dapat dipercaya.

Walaupun dikatakan bahwa indeks lebih sering dipakai dalam penelitian sosial, sebenarnya penyusunan indeks bukanlah pekerjaan yang mudah. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam penyusunan indeks adalah sebagai berikut :

a. Menyeleksi pertanyaan

Indeks adalah ukuran gabungan yang disusun untuk mengukur suatu variabel tertentu. Salah satu kriteria yang dipakai untuk menentukan “apakah pertanyaan dapat dimasukan ke dalam suatu indeks”, adalah validitas muka. Misal, seorang peneliti ingin mengukur nilai ekonomi anak, maka pertanyaan-pertanyaan yang hendak dimasukan haruslah menunjukkan tingkat ketergantungan ekonomi responden pada anak-anak. Oleh karenanya, pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan nilai psikologis anak tidak dapat dimasukan kedalam indeks nilai ekonomi anak, walaupun hubungan keduanya amat erat (prinsip unidimensonality).

b. Hubungan antar pertanyaan

Langkah kedua dalam penyusunan indeks adalah melihat hubungan bivarate atau multivariate dari pertanyaan-pertanyaan yang hendak dimasukan. Secara teoritis, pertanyaan-pertanyaan yang mengukur suatu variabel harus berhubungan satu sama lain. Pada indeks nilai ekonomi anak, pertanyaan-pertanyaan tersebut harus mempunyai korelasi cukup tinggi satu sama lain (bivariate) maupun secara keseluruhan (multivariate), karena semuanya mengukur derajat ketergantungan responden kepada anak secara ekonomis.

c. Menentukan skor

Setelah pertanyaan-pertanyaan untuk suatu indeks ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan skor untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Skor ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan skor gabungan. Pada tahap ini, ada dua keputusan yang harus dibuat oleh peneliti.

Pertama, peneliti harus membuat keputusan tentang jenjang (range) skor untuk indeks yang disusunnya. Ada peneliti yang menggunakan jenjang 3 (1, 2, 3), jenjang 5 (1, 2, 3, 4, 5), jenjang 7 (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7), jenjang mana yang cocok sangat tergantung dari populasi penelitian.

Kedua, yang harus dibuat adalah mengenai skor yang akan diberikan pada setiap pertanyaan. Apakah setiap pertanyaan akan diberi skor yang sama atau diberi penimbang (weighting). Kalau peneliti tidak mempunyai alasan yang kuat untuk meragukan ketidaksamaan bobot pertanyaan pada suatu indeks, maka sebaiknya setiap pertanyaan dipandang memiiki bobot yang sama, dan skor masing-masing indeks adalah jumlah dari skor masing-masing pertanyaan.

Tabel. Aplikasi Penggunaan Indeks Pada Angket

Catatan : skala adalah ukuran gabungan yang didasarkan pada struktur intensitas (bobot) pertanyaan-pertanyaan. Sedangkan “Skala Likert” secara makna bukanlah skala, melainkan suatu cara yang lebih sistematis untuk memberikan skor pada indeks.

  1. Penyusunan Skala

Semua indeks disusun dengan suatu asumsi : responden yang memiliki skor yang lebih tinggi pada suatu indeks juga memiliki kualitas yang lebih tinggi dalam hal yang dipertanyakan. Jadi seorang responden yang memiliki skor yang lebih tinggi dari responden lainnya pada nilai Indeks Nilai Ekonomi Anak diharapkan mempunyai derajat ketergantungan yang lebih tinggi pula. Dengan demikian indeks diharapkan dapat menguatkan para responden secara ordinal menurut suatu variabel tertentu.

Yang tidak diperhatikan dalam penyusunan indeks adalah kenyataan bahwa tidak semua indikator suatu variabel mempunyai bobot yang sama beratnya. Sedangkan skala dapat mengurutkan responden-responden ke dalam urutan ordinal dengan lebih tepat karena dalam proses tersebut diperhatikan intensitas bobot dari tiap pertanyaan. Ada 4 teknik penyusunan skala yang banyak digunakan dalam penelitian sosial diantaranya :

a. Metode Bogardus

Salah satu contoh skala yang baik adalah skala jarak sosial Bogardus. Skala ini berusaha untuk mengukur tingkat kesediaan orang kulit putih untuk berhubungan dengan orang Negro.

Tabel. Bogardus

Kita lihat bahwa kelima pertanyaan dalam contoh skala menunjukkan intensitas hubungan yang semakin meningkat. Responden menjawab “Ya” untuk pertanyaan no. 5 pasti akan menjawab “Ya” untuk pertanyaan-pertanyaan lainnya karena intensitasnya lebih rendah.

Skala Bogrdus tidak hanya berguna untuk mengukur hubungan antar ras, tetapi dapat diubah untuk mengukur sikap politik, hubungan orang tua dan anak, hubungan antar negara, dll.

b. Metode Thrustone

Skala yang disusun menurut metode Thurstone disusun sedemikian rupa sehingga interval interval antar urutan dalam skala mendekati interval yang sama besarnya. Karena itu skala seperti ini sering disebut equal appearing interval atau equal interval scale (skala interval sama).

Yang merupakan ciri pokok metode ini adalah penggunaan panel yang terdiri dari 50 s.d 100 ahli untuk menilai sejumlah pertanyaan guna mengukur variabel tertentu. Jenjang skala kemudian ditentukan atas dasar pendapat para ahli. Ringkasnya tahapan yang harus ditempuh untuk penyusunan skala adalah sebagai berikut :

  1. Peneliti mengumpulkan sejumlah pertanyaan (40 s.d 50) yang relevan untuk variabel yang hendak diukur. Pertanyaan ini dapat bersifat positif atau negatif. Misalnya, peneliti hendak mengukur sikap terhadap pemogokan.
  2. Suatu panel ahli diminta menilai relevansi pertanyaan-pertanyaan tadi terhadap variabel yang hendak diukur dan memberikan skor (misal : 1 s.d 10, skor 1 untuk pertanyaan paling tidak relevan dan skor 10 untuk yang paling relevan). Pernyataan yang paling mendapatkan penilaian yang sangat berbeda dari panel disingkirkan dan pertanyaan yang mendapatkan penilaian yang hampir sama diikutkan dalam skala. Untuk ini biasanya dihitung median untuk tiap-tiap pertanyaan. Pertanyaan yang mempunyai median yang rendah berarti mendapatkan penilaian yang hampir sama dari para ahli.
  3. Setelah nilai skala tiap pertanyaan ditentukan, dipilih sejumlah pertanyaan (10 s.d 20) yang mempunyai nilai yang merata untuk skala yang ditentukan. Karena dalam poin b ditentukan skor 1 s.d 10, maka pernyataan-pernyataan yang mempunyai nilai-nilai tersebut dimasukan kedalam instrumen yang disusun.
  4. Untuk mencegah systematic-bias pertanyaan-pertanyaan sebaiknya disusun acak, tidak mengikuti urutan skala.
  5. Skor responden pada skala ini adalah nilai rata-rata (mean atau median) dari nilai petanyaan-pertanyaan yang dipilihnya

Penafsiran pada skala Thrustone sama seperti membaca skor pada skala Bogardus; respoden yang mempunyai skor yang lebih tinggi pada Skala Sikap terhadap Aksi Pemogokan, misalnya, berarti lebih mempunyai sikap positif terhadap aksi tersebut.

Dalam praktek metode Thurstone, sudah jarang digunakan karena prosedur penyusunannya amat memakan waktu dan tenaga. Disamping itu penilaian para ahli amat tergantung pada pengetahuan mereka tentang konsep yang hendak diukur. Karena itu skala yang disusun oleh para ahli dapat berubah dan ditinjau kembali dari waktu ke waktu.

c. Metode Guttman atau Metode Skalogram

Yang hendak dipertahankan oleh skala Guttman adalah ketunggalan dimensi (unidimensionality). Artinya skala sebaiknya hanya mengukur satu dimensi saja dari variabel yang memiliki beberapa dimensi. Misal, walaupun variabel nilai anak mempunyai dimensi ekonomi, dimensi psikologi dan dimensi sosial, namun suatu skala nilai anak sebaiknya hanya mengukur salah satu dimensi.

Prinsip lain dari skala Guttman ini adalah seperti pada skala Bogardus dan Thurstone. Pernyataan-pernyataan mempunyai bobot yang berbeda dan apabila seorang responden menyetujui pernyataan yang lebih berat bobotnya, maka diharapkan akan menyetujui pernyataan-pernyataan yang bobotnya lebih rendah.

Untuk menilai ketunggalan dimensi suatu skala diadakan analisa skalogram untuk mendapatkan koefisien reprodusibilitas, Kr dan koefisien skalabilitas, Ks. Perhitungan-perhitungan tersebut diperlukan sebuah tabel Guttman.

Misal : seorang peneliti hendak menyusun suatu skala untuk mengukur nilai ekonomi anak. Skala ini mempunyai 7 pertanyaan. Untuk menilai apakah skala tersebut cukup baik untuk digunakan dalam survey, skala tersebut dicobakan pada 15 sampel yang memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan populasi yang hendak diteliti. Setelah informasi terkumpul, diadakan analisis skalogram.

Tabel. Guttman

Setelah tabel Guttman tersusun langkah selanjutnya adalah menilai Skala Nilai Ekonomi Anak dengan analisa skalogram. Untuk ini perlu dihitung jumlah kesalahan (e). Jika dihitung sel-sel kosong dai jawaban “Ya” yang menyeleweng pada kolom-kolom pertanyaan 1 s.d 7 dalam tabel Guttman, maka jumlah kesalahan adalah 6. Apakah Skala yang memiliki 6 kesalahan masih dipandang baik?

Jumlah total kesalahan yang dapat terjadi pada Skala di atas adalah sama dengan jumlah total pilihan jawaban (n) dikurangi jumlah jawaban para responden (Tn), yaitu 105 – 71 = 34. Apakah Skala yang memiliki 6 kesalahan dari 34 kemungkinan kesalahan, cukup baik digunakan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu diadakan 2 macan test, yakni  reprodusibilitas (Kr) dan skalabilitas (Ks) test.

Koefisien reprodusibilitas (Kr) menunjukkan derajat ketepatan instrumen pengukuran untuk digunakan dalam survei.

Dimana :

  • Kr = 1 – Jumlah Kesalahan (e) / (Jumlah Pertanyaan x Jumlah Responden (n))

Pada contoh di atas, Kr = 1 – 6/105 = 0.94. Secara arbitrer dintentukan bahwa Skala yang memiliki Kr 0.90 ke atas dianggap cukup baik untuk digunakan.

Setelah Kr diketahui, Langkah selanjutnya ialah menghitung koefisien skalabilitas (Ks).

  • Ks = 1 – Jumlah Kesalahan (e) / Jumlah Kesalahan Yang Diharapkan (x)

Ks untuk contoh di atas adalah 1 – 6 / (0.5 x (105-71)) = 0.65. Skala yang memiliki Ks = 0.60 ke atas dianggap cukup baik digunakan dalam survei.

Dan

  • e    = jumlah kesalahan
  • x   = jumlah kesalahan yang diharapkan atau c (n – Tn) dan c adalah kemungkinan mendapatkan jawaban yang benar. Karena jawaban adalah “Ya” dan “Tidak” c = 0,5
  • n    = jumlah jawaban
  • Tn = jumlah pilihan jawaban

Ringkasnya langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyusun skala dengan metode Guttman adalah sebagai berikut :

  1. Susunlah sejumlah pertanyaan yang relevan untuk mengukur variabel yang diteliti
  2. Pre-test pertanyaan tersebut pada suatu sampel sebesar lebih kurang 50 responden
  3. Singkirkan pertanyaan-pertanyaan yang memperoleh jawaban yang ekstrem, yang disetujui atau tidak disetujui oleh 80 persen responden
  4. Susun jawaban yang diperoleh dalam suatu tabel Guttman. Pada baris susunlah responden menurut skor total jawaban dari terkecil sampai terbesar. Pada kolom susunlah pernyataan-pernyataan dari yang paling banyak mendapatkan jawaban sampai yang paling sedikit
  5. Hitung koefisien reprodusibilitas (Kr) dan koefisien skalabilitas (Ks). Skala yang memiliki Kr = 0,90 dan Ks = 0,60 ke atas dapat diterima
  6. Skor skala Guttman dihitung dari jumlah jawaban “Ya” untuk peryataan-pernyataan dalam skala tersebut. Jadi kalau responden menjawab “Ya” untuk 6 peryataan dalam skala Nilai Ekonomi Anak, skor totalnya adalah 6

d. Metode Perbedaan Semantik

Skala perbedaan semantik berusaha mengukur arti objek atau konsep bagi seorang responden. Responden diminta untuk menilai suatu objek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai 2 adjektif yang bertentangan. Skala bipolar ini mengandung unsur evaluasi (bagus – buruk), unsur potensi (besar – kecil) dan unsur aktivitas (cepat – lambat).

Menurut Osgood, ketiga unsur tersebut dapat mengukur 3 dimensi sikap, yakni

  1. Evaluasi responden tentang objek atau konsep yang sedang diukur
  2. Persepsi responden tentang potensi objek atau konsep tersebut
  3. Persepsi responden tentang aktivitas objek

Misal :

Untuk mengukur sikap petani tentang Program Bimas, dapat diukur skala perbedaan semantik, sebagai berikut :

Tabel. Semantik

Langkah-langkah untuk menyusun suatu skala perbedaan semantik adalah sebagai berikut:

  1. Tentukan konsep atau objek yang hendak diukur
  2. Pilih pasangan ajektif yang relevan untuk konsep atau objek tersebut. Penentuan ajektif harus dilakukan secara empiris pada dua kelompok sampel yang berbeda. Misal, kita pilih dua kelompok; pertama, pro-Bimas dan kedua, anti-Bimas. Jawaban dari kedua kelompok dianalisa dan pilihlah ajektif yang dapat membedakan dengan jelas kedua kelompok tersebut.
  3. Skor untuk seorang responden adalah jumlah skor dari pasangan ajektif.

Diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dalam proses penentuan instrumen yang akan dibuat oleh peneliti. Selain harus disesuaikan dengan kebutuhan akan tujuan survey juga perlu dicermati target responden nantinya. Agar instrumen yang dibuat dapat secara efektif (valid dan reliabel) dalam mendapatkan data. SEMANGAT MENELITI!!!

———————————————————————————————————————————————————————-

1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :

2. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.

———————————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Indeks


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *