Praktek Analisis Regresi Dengan SPSS

Praktek Analisis Regresi Dengan SPSS

Pada artikel sebelumnya kita sudah mengupas terkait dengan Regresi. Kita pandang bahwa regresi adalah konsep yang berkaitan dengan pola hubungan antar variabel yang asimetris, dalam artian bersifat rekursif atau satu mempengaruhi yang lainnya. Dalam penelitian umum sangat mudah dalam mengindentifikasi apakah suatu penelitian menggunakan konsep dasar regresi, yaitu dengan adanya kata “pengaruh”. Jika penelitian itu merupakan penelitian kuantitatif kita yakin bahwa penelitian tersebut berkaitan erat dengan konsep dasar regresi dalam penyelesaiannya.

Sekalipun kita berbiacara terkait dengan faktor analisis, path analisis dan structural equation modeling (SEM), secara prinsip pemahaman peneliti terhadap regresi haruslah excellent. Dikarenakan konsep regresi adalah konsep dasar dalam membangun pemahaman kepada pola analisis yang lebih kompleks.

Pada kesempatan kali ini, kita akan sedikit mengurai penerapan regresi dengan bantuan SPSS. Analisis regresi linear klasik dan analisis regresi dengan variabel dummy (X-Dummy), memiliki proses tahapan yang sama dalam pengaplikasian dengan SPSS, yang membedakan adalah dalam penguraian variabel dan interpretasi hasil akhir dari output yang dihasilkan oleh SPSS. Adapun tahapan penggunaan SPSS dalam analisis Regresi adalah sebagai berikut :

  1. Buka software SPSS lalu definisikan variabel penelitian kita pada jendela Variabel View, setelahnya masukan data kedalam software SPSS melalui jendela Data View. Dalam tampilan SPSS akan terlihat seperti gambar berikut : 

 

  1. Pilih menu Analyze lalu klik Regression lalu pilih Linear lalu klik, maka akan muncul jendela SPSS seperti gambar di bawah ini, yang berisikan menu-menu kelengkapan analisis regresi. 

 

  1. Masukan variabel-variabel pada sisi sebelah kanan ke dalam kolom pendefinisian variabel yaitu variabel dependent dan variabel independent guna menghasilkan model regresi yang kita inginkan. Lalu klik OK.  

 

  1. Maka SPSS akan memproses pembentukan model dan akan muncul tampilan output SPSS seperti gambar di bawah ini. 

 

  1. Dari output SPSS terlihat ada 3 bagian utama yang menjadi perhatian utama dari peneliti. Pertama, Model Summary secara sederhana menggambarkan kebaikan variabel X dalam menjelaskan variabel Y. Kedua, uji ANOVA untuk memastikan bahwa model linier berlaku atas variabel Y (goodnes of fit). Dan ketiga, Coefficients merupakan uji parsial dari variabel X atas variabel Y.

 

Dengan menggunakan software SPSS mempermudah proses pemodelan variabel X atas variabel Y dalam sebuah model regresi. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis regresi adalah pemilihan variabel yang tepat sesuai fungsinya (X atau Y) yang berlandaskan teori yang sahih. Sampai jumpa pada pembahasan artikel selanjutnya. SELAMAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Regresi


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Dengan SPSS

Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Dengan SPSS

Dalam penelitian survey yang kaitannya dengan penggunaan instrumen berupa kuesioner atau angket, sudah umum dan mengenal dengan istilah validitas dan reliabilitas atas instrumen yang digunakan dalam penelitian. Validitas umum dikaitkan dengan presisi dari instrumen yang dipakai dalam penelitian dan Reliabilitas umum dikaitkan dengan konsistensi intrumen dalam menghasilkan jawaban dalam penelitian berulang. Pada artikel sebelumnya telah dibahas secara dengan jelas konsepsi, metode dan rumus dalam perhitungan nilai dari validitas  dan reliabilitas.

Pada kesempatan kali ini, kita akan bahas penggunaan software SPSS dalam menghasilkan nilai validitas dan reliabilitas dalam kaitannya dengan instrumen yang memiliki skor yang dihasilkan oleh skala Likert (ordinal). Rumus dasar yang digunakan untuk menghitung validitas adalah dengan menggunakan rumus Product Momen Pearson atau nilai korelasi pearson dan reliabilitas menggunakan rumus dari Alpha Cronbach.

Ada perbedaan penggunaan korelasi dengan tipe jawaban kuesioner atau angket dengan hasil biner (dikotomi) berupa benar (1) atau salah (0). Tidak bisa menggunakan rumus Product Moment Pearson atau korelasi pearson tetapi menggunakan rumus korelasi point biserial, salah satunya yang sering digunakan.

Akan tetapi dalam kesempatan ini kita akan membahas formulasi atau perhitungan validitas dan reliabilitas default dari SPSS dengan dasar perhitungan dengan korelasi pearson. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

  1. Rekap jawaban yang dihasilkan dari lapangan ke dalam form data entry yang sudah dipersipakan, untuk kemudahan gunakan microsoft excel.  
  1. Buka software SPSS lalu definisikan variabel penelitian kita pada jendela Variabel View, setelahnya masukan data kedalam software SPSS melalui jendela Data View. Dalam tampilan SPSS akan terlihat seperti gambar berikut : 
  1. Pilih menu Analyze lalu klik Scale lalu pilih Reliability Analysis lalu klik, maka akan muncul jendela SPSS seperti gambar di bawah ini, yang berisikan menu-menu kelengkapan analisis reliabilitas. 
  1. Masukan data item pertanyaan pada sisi sebelah kanan ke dalam kolom pendefinisian variabel yaitu Items. Sebagai catatan pengujian item kuisioner dapat dilakukan serentak per variabel penelitian ataupun per dimensi dalam variabel penelitian. Yang perlu diperhatikan adalah ketelitian atas konsep hasil yang diinginkan oleh peneliti. 
  1. Untuk menguji Items pada variabel, pada menu Model tetap pada uji Alpha (Cronbach’s Alpha) pengujian yang umum digunakan oleh peneliti, meskipun dapat digunakan uji yang lain dengan melakukan scroll pada menu Model. Lalu klik pada menu Statistics, lalu pada menu Descriptives For, centang semua pilihan yang ada. Lalu klik Continue dan kembali pada menu awal lalu klik OK. 
  1. Maka SPSS akan memproses perhitungan koefisien Validitas dan Reliabilitas dan akan muncul tampilan output SPSS seperti gambar di bawah ini. 
  1. Ada 2 (dua) bagian penting pada output SPSS di atas, yaitu besaran koefisien korelasi yang mengukur validitas yaitu Corrected Item Total Correlation dan Cronbach’s Alpha yang berfungsi dalam menentukan reliable atau tidaknya item kuisioner yang diujikan.

Dengan menggunakan software SPSS mempermudah proses perhitungan validitas dan reliabilitas dari data kuisioner yang kita dapatkan. Seperti disampaikan sebelumnya, SPSS memberikan kemudahan bagi peneliti, akan tetapi kehati hatian dalam pemilihan jenis uji korelasi yang tepat tetap harus diperhatikan. Sampai jumpa pada pembahasan artikel selanjutnya. SEMANGAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Praktek Analisis Korelasi Dengan SPSS

Praktek Analisis Korelasi Dengan SPSS

Pola atau derajat hubungan antara 2 (dua) variabel yang setara atau hubungan simetris dalam statistik biasa disebut dengan istilah korelasi atau asosiasi. Perlu diperhatikan oleh peneliti, terutama oleh peneliti pemula yang melakukan proses analisis data secara mandiri, sebelum memastikan jenis korelasi yang diambil bagi proses analisa data yang dimilikinya. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah skala pengukuran yang menempel pada data yang diperolehnya dalam penelitian. Skala ukur pada data seperti sudah dibahas pada artikel sebelumnya, memiliki 4 (empat) jenis diantaranya nominal, ordinal, interval dan rasio. Sedikitnya ada 3 (tiga) jenis korelasi yang nantinya akan terbentuk dengan merujuk pada jenis skala ukur tersebut diantaranya yang sering atau umum digunakan adalah pearson, rank spearman, poin biserial dan koefisien kontingensi.

Dalam lingkup olahdata atau analisis statistik, korelasi dianggap rumpun analisis yang sangat mudah dilakukan setelah analisis deskriptif. Analisis yang relatif sederhana dan mudah secara interpretasi, akan tetapi diperlukan kehati-hatian ketika tahap awal penentuan jenis korelasi yang akan dilakukan terhadap data yang dimiliki. Selain itu, korelasi juga dapat dijadikan sebagai indikasi awal dalam mengevaluasi atau memprediksi variabel yang berpengaruh dalam pola kausalitas pada analisis yang lebih kompleks (semisal : regresi, path analisis ataupun SEM).

Berikut disajikan tahapan dalam melakukan uji korelasi dengan SPSS :

  1. Buka software SPSS lalu definisikan variabel penelitian kita pada jendela Variabel View, setelahnya masukan data kedalam software SPSS melalui jendela Data View. Dalam tampilan SPSS akan terlihat seperti gambar berikut : 

 

  1. Pilih menu Analyze lalu klik Correlate lalu pilih Bivariate lalu klik, maka akan muncul jendela SPSS seperti gambar di bawah ini, yang berisikan menu-menu kelengkapan analisis korelasi. 

 

  1. Masukan variabel-variabel pada sisi sebelah kanan ke dalam kolom pendefinisian variabel yaitu Variables. 

 

  1. Untuk menentukan uji korelasi pada variabel, pilih jenis dari uji korelasi pada menu Correlation Coefficients. Ada 3 (tiga) pilihan jenis pengujian yaitu Pearson (skala interval-rasio), Kendal’s Tau dan Spearman (skala ordinal). Setelah pasti dengan pilihan jenis uji korelasi pada pasangan variabel lalu klik OK.
  2. Maka SPSS akan memproses perhitungan koefisien korelasi dan akan muncul tampilan output SPSS seperti gambar di bawah ini. 

 

  1. Ada 2 (dua) bagian penting pada output SPSS di atas, yaitu besaran koefisien korelasi yang mengukur tingkat/derajat hubungan antar variabel yang diujikan dan Sig. yang berfungsi dalam menentukan berarti atau tidaknya nilai koefisien korelasi yang dihasilkan secara statistik.

Dengan menggunakan software SPSS mempermudah proses perhitungan tingkat/derajat hubungan antar 2 variabel yang diujikan. Seperti disampaikan sebelumnya, SPSS memberikan kemudahan bagi peneliti, akan tetapi kehati hatian dalam pemilihan jenis uji korelasi yang tepat tetap harus diperhatikan. Sampai jumpa pada pembahasan artikel selanjutnya. SEMANGAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Korelasi


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Memahami Konsep Variabel Dummy Pada Regresi (Y-Dummy)

Memahami Konsep Variabel Dummy Pada Regresi (Y-Dummy)

Pada artikel sebelumnya kita telah membahas konsepsi regresi dengan data kualitatif pada variabel bebas atau X-dummy. Perlakuan regresi dengan variabel bebas dummy tidak jauh berbeda dengan perlakuan regresi dengan variabel bebas semua dalam nilai kuantitatif dengan skala ukur interval atau rasio. Perbedaan hanya dari pemecahan variabel kualitatif ke dalam beberapa variabel disesuaikan dengan jumlah kategori yang dimiliki oleh variabel tersebut. Berbeda dengan konsepsi yang dibahas ketika X-dummy, pada kesempatan kali kita akan membahas konsepsi variabel jika variabel tak bebas bersifat kualitatif atau kategori, Y-dummy.

Variabel Tak Bebas Dummy

Misal kita ingin mempelajari partisipasi tenaga kerja laki-laki dewasa sebagai fungsi dari tingkat pengangguran, tingkat upah rata-rata pendapatan keluarga, pendidikan dan seterustnya. Sekarang seseorang bisa termasuk dalam tenaga kerja atau tidak. Jadi, variabel tak bebas, partisipasi tenaga kerja, hanya dapat mengambil dua nilai : 1 jika seseorang termasuk tenaga kerja dan 0 jika ia tidak.

Ciri unik dari contoh di atas adalah bahwa variabel tak bebas adalah jenis yang memperoleh jawaban ya atau tidak; yaitu bersifat dikotomi (0 dan 1). Model linear yang menyatakan Y yang bersifat dikotomi sebagai fungsi linear dari variabel yang menjelaskan X disebut model probabilitas linear (LPM) karena harapan bersyarat (ekspektasi) dari Y untuk X tertentu, dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas (peluang) bersyarat yang kejadiannya akan terjadi (Y = 1) untuk X tertentu, jika dinotasikan maka Pr (Y = 1 | X).

Dengan memisalkan P = probabilitas bahwa Y = 1 (yaitu kejadian tadi terjadi) dan 1 – P = probabilitas bahwa Y = 0 (yaitu kejadian tadi tidak terjadi), maka variabel Y mempunyai distribusi dimana Y = 0 maka probabilitasnya adalah 1 – P dan Y = 1 maka probabilitasnya adalah P.

Perlu diperhatikan oleh peneliti uraian konsep dan notasi tersebut penting dalam formulasi model secara matematis dan teknik dalam pengumpulan serta pencatatan data yang akan digunakan dalam analisa suatu model regresi dengan variabel tak bebas (Y) sebagai variabel kualitatif atau kategori.

Penaksiran OLS Model Probabilitas Linear (LPM)

Model regresi dengan variabel tak bebas (Y) bersifat dikotomi (0 dan 1), parameternya dapat ditaksir dengan prosedur kuadrat terkecil biasa (OLS). Akan tetapi akan menghadapi beberapa masalah khusus diantarannya :

  1. Ketidaknormalan faktor gangguan ui (disturbance). Meskipun OLS tidak memerlukan gangguan ui untuk didistribusikan secara normal, kita mengasumsikan bahwa faktor gangguan tadi didistribusikan secara demikian (normal) untuk maksud pengambilan keputusan (inferensi) yang bersifat statistik yaitu pengujian hipotesis. Tetapi asumsi normalitas untuk gangguan ui tidak dapat dipertahankan lagi untuk model LPM, seperti Y, faktor gangguan ui hanya menghasilkan dua angka yaitu 0 dan 1.
  2. Varians heteroskedastik dari gangguan. Dalam model LPM, homoskedastik dari gangguan ui yang dihasilkan model dengan OLS, tidak dapat dipertahankan lagi. Pembuktian secara matematis menunjukkan bahwa varians gangguan ui ­adalah heteroskedastik, secara sederhana, karena varian dari model LPM tergantung pada harapan bersyarat dari Y, yang tentu saja, tergantung pada nilai yang diambil oleh X. Jadi varian gangguan ui tergantung pada X dan jadi tidak homoskedastik. (baca artikel “Asumsi Non Heteroskedastisitas Dalam Regresi).
  3. Tidak terpenuhinya 0 ≤ E(Y|X) ≤ 1. Karena E(Y|X) yang merupakan nilai taksiran (ekspektasi) dari Y, dalam model probabilitas linear (LPM) mengukur probabilitas (peluang) bersyarat dari kejadian Y yang terjadi dengan syarat X, maka harus perlu terletak antara 0 dan 1. Meskipun merupakan suatu pernyataan apriori, tidak ada jaminan bahwa nilai taksiran dari Y, penaksir dari E(Y|X), akan memenuhi kriteria 0 ≤ E(Y|X) ≤ 1 dan ini merupakan masalah dalam penaksiran OLS dari LPM.

 

Perbaikan Kelemahan OLS Model Probabilitas Linear (LPM) :

Seperti telah diutarakan di atas, bahwa menggunakan metode OLS dalam penaksiran model regresi dengan variabel tak bebas (Y) kualitatif atau dokotomi bukan tanpa masalah, berikut beberapa usaha dalam menanggulangi kelemahan metode OLS yang diterapkan pada model LPM.

  1. Tidak terpenuhinya asumsi normalitas mungkin tidak sekritis seperti yang terlihat karena kita tahu taksiran titik OLS masih tetap tak bias. Lebih jauh lagi, dengan meningkatnya ukuran sampel sampai tak terbatas, dapat ditunjukkan bahwa penaksir OLS cenderung untuk pada umumnya didistribusikan secara normal. Oleh karena itu, dalam sampel besar penarikan kesimpulan secara statistik (pengujian hipotesis) dari LPM akan mengikuti prosedur OLS yang biasa di bawah asumsi normalitas. (baca juga artikel “Asumsi Normalitas Dalam Regresi).
  2. Kita ketahui bahwa dengan adanya heteroskedastisitas penaksir OLS meskipun tidak bias, tidak efisien yaitu taksiran yang dihasilkan tidak mempunyai varians minimum. Karena varians ui tergantung pada nilai yang diharapkan dari Y bersyarat atas nilai X, Var ui = P(1-P), satu cara untuk memcahkan masalah heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan data dengan membagi kedua sisi model regresi dengan akar kuadrat dari Var ui. Dimana nilai P sendiri diperoleh dari nilai taksiran model regresi dengan variabel tak bebas (Y) kualitatif, dengan tidak memandang terlebih dahulu permasalahan heteroskedastisitas.
  3. Ada dua cara untuk mendapatkan apakah Y yang ditaksir terdapat antara 0 dan 1. Prosedur pertama adalah dengan menaksir LPM yang ditaksir terletak antara 0 dan 1. Jika beberapa di antaranya lebih kecil dari 0 (minus), maka Y taksiran diasumsikan bernilai 0; jika taksiran Y lebih besar dari 1, maka Y diasumsikan bernilai 1. Prosedur kedua, dengan memikirkan suatu teknik penaksiran yang akan menjamin bahwa probabilitas bersyarat yang ditaksir Y akan terletak antara 0 dan 1. Beberapa metode itu tersedia salah satu diantaranya adalah model LOGIT.

 

Istilah LOGIT mungkin familiar bagi sebagian peneliti, LOGIT merupakan suatu model regresi yang dibangun dengan bantuan transformasi logistik pada model yang dibangun. Seperti disebutkan pada pemaparan di atas, fungsi LOGIT ini sangat bermanfaat dalam memastikan nilai taksiran Y dari model regresi dengan variabel tak bebas (Y) bersifat katogori, berada antara 0 dan 1. Pada pembahasan selanjutnya kita akan sedikit menguraikan secara jelas model regresi LOGIT.

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Dummy


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Memahami Konsep Regresi Variabel Dummy (X-Dummy)

Memahami Konsep Regresi Variabel Dummy (X-Dummy)

Pada artikel sebelunya kita sudah membahas dan menguraikan model persamaan regresi linier klasik dengan variabel yang memiliki skala pengukuran interval atau rasio yang umum digunakan. Sehingga dalam formulasinya tidak terlalu membutuhkan perlakuan khusus, selain hanya pemenuhan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model yang dihasilkan adalah model penaksir yang baik bagi data yang dimiliki. Dummy!

Lainnya halnya dengan model regresi yang akan sedikit diuraikan pada kesempatan ini, yaitu regresi dengan variabel dummy, dummy pada variabel bebas X (variabel independen). Maksudnya adalah membahas peranan variabel yang menjelaskan yang bersifat kualitatif dalam analisis regresi. Akan ditunjukkan bahwa pengenalan variabel kualitatif, seringkali disebut variabel dummy, membuat model regresi linear suatu alat yang sangat fleksibel yaitu mampu untuk menangani banyak masalah menarik yang dijumpai dalam studi empiris.

Sifat Dasar Variabel Dummy

Dalam analisis regresi seringkali terjadi bahwa variabel tak bebas dipengaruhi, tidak hanya oleh variabel yang dapat segera dinyatakan secara kualitatif pada skala yang didefinisikan dengan baik (misalnya : pendapatan, hasil, harga, biaya dan temperatur) tapi juga dengan variabel yang pada dasarnya bersifat kualitatif (misalnya : jenis kelamin, ras, warna, kulit, agama, kebangsaan, dll).

Oleh karena variabel yang menjelaskan seperti itu biasanya menunjukkan adanya atau tidak adanya “kualitas” atau ciri-ciri, satu metode untuk “membuatnya kuantitatif” dari atribut seperti itu adalah dengan membentuk variabel buatan yang mengambil nilai 1 atau 0, 0 menunjukkan ketidakhadiran ciri tadi dan 1 menunjukkan adanya ciri tadi. Sebagai contoh, 1 mungkin menunjukkan bahwa seseorang adalah laki-laki dan 0 menunjukkan perempuan, atau 1 menunjukkan bahwa seseorang merupakan lulusan perguruan tinggi dan 0 bukan lulusan perguruan tinggi dan seterusnya. Variabel yang mengambil nilai seperti 0 dan 1 disebut variabel dummy. Nama lainnya adalah variabel indikator, variabel binary, variabel bersifat kategori, variabel kualitatif dan variabel dichotomous.

Variabel dummy dapat digunakan dalam model regresi semudah variabel kuantitatif. Pada kenyataanya, suatu model regresi mungkin berisi variabel yang menjelaskan yang secara eksklusif bersifat dummy atau pada dasarnya kualitatif. Model regresi dengan variabel dummy memungkinkan kita untuk mengetahui apakah jenis kelamin menyebabkan perbedaan dalam gai pengajar di penguruan tinggi, dengan mengasumsikan bahwa semua variabel lain seperti umur, gelar dan tahun pengalaman dijaga konstan.

Suatu pengujian hipotesis nol bahwa tidak ada diskriminasi didasarkan pada jenis kelamin dapat dengan mudah dibuat dengan melakukan regesi dengan cara biasa dan mendapatkan apakah atas dasar pengujian t, yang ditaksir penting (signifikan) secara statistik. Model regresi dengan variabel dummy, meskipun lazim dalam bidang seperti sosiologi, psikologi, pendidikan, penelitian pasar, tidak lazim dalam ilmu ekonomi. Khususnya, dalam sebagian besar penelitian ekonomi model regresi berisi beberapa variabel yang menjelaskan yang bersifat kuantitatif dan beberapa yang bersifat kualitatif. Model regresi yang berisi suatu campuran variabel kuantitatif dan kualitatif disebut model analisis kovarians.

Hal Yang Harus Diperhatikan

Sebelum melakukan analisis regresi dengan variabel dummy, ada yang perlu diperhatikan yang merupakan ciri dari model regresi dengan variabel dummy :

  1. Jika suatu variabel kualitatif mempunyai m kategori, maka kenalkan hanya m-1 variabel dummy. Misal, dalam contoh jenis kelamin mempunyai 2 kategori dan karenanya kita hanya mengenalkan hanya satu variabel dummy. Jika aturan ini tidak diikuti, maka kita akan terjatuh ke dalam jebakan variabel dummy yaitu situasi multikolinearitas sempurna.
  2. Penetapan nilai 1 dan 0 untuk dua kategori, seperti pria dan wanita adalah tanpa suatu dasar (bersifat arbitrary) dalam arti bahwa kita dapat menetapkan D =1 untuk wanita dan D = 0 untuk pria atau pun sebaliknya. Jadi dalam menginterpretasikan hasil dari model dengan menggunakan variabel dummy penting untuk mengetahui bagai mana nilai 0 dan 1 ditetapkan.
  3. Kelompok, kategori atau klasifikasi yang diberi nilai nol seringkali disebut sebagai kategori dasar, kontrol, perbandingan atau yang diabaikan merupakan dasar dalam arti bahwa perbandingan dibuat dalam kategori tadi. Sebagai misal, jika dalam model wanita merupakan kategori dasar, maka bahwa unsur intersep α0 adalah unsur intersep untuk kategori dasar ini, dalam arti jika kita melakukan regresi D = 0, yaitu hanya untuk wanita saja, intersepnya akan α Juga diperhatikan bahwa kategori yang berlaku sebagai kategori dasar adalah masalah pilihan yang kadang-kadang ditentukan dengan pertimbangan yang bersifat apriori.
  4. Koefisien α1 yang diberikan untuk variabel dummy D dapat disebut koefisien intersep diferesnial karena koefisien tadi meyatakan berapa banyak nilai unsur intersep dari kategori yang mendapatkan nilai 1 berbeda dari koefisien intersep dari kategori dasar.

 

Regresi dengan variabel dummy pada variabel bebasnya (X-Dummy) memberikan kemenarikan tersendiri bagi peneliti yang ingin memasukan hal-hal yang sifatnya kualitatif pada model persamaan yang ingin dibentuknya. Selain karena kemenarikannya tersebut, tetap harus terdapat kehati-hatian dari peneliti untuk memasukan variabel kualitatif ke dalam model persamaannya. Selain untuk mengurangi faktor berlebihan pada model yang dibentuknya, juga faktor keefisienan dari model dengan memastikan bahwa hanya variabel yang benar-benar secara teori mendukung dalam hubungan kausalitas dalam pembentukan suatu model regresi. SEMANGAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL | Dummy
Keuntungan Penelitian Dengan Menggunakan Sample

Keuntungan Penelitian Dengan Menggunakan Sample

Sudah menjadi bahasan atau pemahaman umum bahwa proses penelitian sering bersentuhan dengan istilah populasi dan sampel. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian sedangkan sampel adalah representatif subjek penelitian yang diambil dari populasi. Penggunaan istilah populasi dan sampel menarik untuk dijadikan sebagai bahan diskusi yang hangat dan menantang ketika berbicara tentang polling atau quickcount, khususnya pada topik bahasan politik.

Dengan memahami definisi populasi dan sampel atas suatu penelitian akan memberikan keuntungan yang besar bagi peneliti khususnya dalam hal pembiayaan dan kesederhanaan proses penelitian. Penelitian yang baik adalah yang low cost dan simple akan tetapi pempunyai presisi yang sama ketika penelitian menggunakan scope yang besar atas sesuatu objek yang diteliti (populasi). Ada baiknya kita mengetahui benefit atau keuntungan apa saja yang akan kita dapatkan jika kita melakukan penelitian dengan mengambil sampel saja atas suatu populasi, tidak menjadikan keseluruhan anggota populasi sebagai subjek dari penelitian.

Menurut buku yang ditulis oleh William G. Cochran (Sampling Method) paling tidak ada 4 benefit atau keuntungan ketika suatu proses penelitian menggunakan sampel bukan populasi.


Pertama : Reduce Cost (Mengurangi Biaya) 

If data are secured from only a small fraction of the aggregate, expenditures are smaller than if complete census is attempted. With large populations, results accurate enough to be useful can be obtained from samples that represent only a small fraction of the population.

Jadi pada intinya jika di peroleh sampel yang benar-benar representatif dari populasi yang di teliti maka hasil yang diperoleh dari penelitian sampel akan sama dengan hasil yang diperoleh jika kita meneliti seluruh populasi dan tentu saja biaya untuk memperoleh hasil yang sama itu lebih kecil dibandingkan kita meneliti seluruh populasi.

Kedua : Greater Speed (Lebih Cepat)

The data can be collected and summarized more quickly with a sample than with a complete count. This is a vital consideration when the information is urgently needed.”

Sekali lagi jika sampel yang di peroleh dari populasi benar-benar representatif, hasil yang maksimal dari penelitian akan kita peroleh dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan jika kita harus meneliti seluruh anggota dari populasi. Apalagi jika hasil dari penelitian tersebut sangat diperlukan dengan segera.

Ketiga : Greater Scope (Jangkauan Lebih Luas)

In certain types of inquiry highly trained personnel or specialized equipment, limited in availability, must be used to obtain the data. A complete census is impracticable; the choice lies between obtaining the information by sampling or not at all. thus surveys that relay on sampling have more scope and flexibility regarding the types of information that can be obtained

Jadi dengan adanya keterbatasan-keterbatasan baik itu pada orang yang terlatih (surveyor) dan alat yang khusus untuk pengambilan data serta tidak memungkinkan untuk dilakukan sensus, maka dengan menggunakan sampel akan lebih praktis dan fleksibel guna mendapatkan informasi tertentu yang dapat menjangkau keseluruhan dari populasi.

Keempat : Greater Accuracy (Akurasi Lebih Baik) 

Because personnel of higher  quality can be employed and given intensive training and because more careful supervision of the field work and processing of results become feasible when the volume of work is reduced, a sample may produce more accurate results than the kind of complete enumeration that can be taken

Jadi pada intinya dengan menggunakan sample yang representatif dengan berprinsip pada biaya (cost) yang jauh lebih sedikit tadi. Kita dapat memperkerjakan sekaligus melakukan pelatihan kepada para surveyor untuk mengarahkan mereka agar mendapatkan sampel dan informasi dari populasi secara tepat dan benar. Selain itu, dengan menggunakan sampel akurasi didapat karena kehati-hatian dalam proses supervisi kepada para suveyor yang dimiliki sehingga ketepatan pada hasil dapat diperoleh dikarenakan beban kerja untuk mendapatkan informasi yang diperlukan lebih sedikit jika kita menggunakan sampel dibandingkan dengan menggunakan populasi.

 

4 poin di atas, diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan asumsi bagi para peneliti, untuk mejadikan sampel sebagai alat yang mempermudah dan mengefisienkan proses penelitian. Ada benefit tentunya ada prosedur yang harus dilewati sehingga proses sampling yang kita jalani dapat memberikan hasil yang optimal pada penelitian yang dilakukan.

Lebih lanjut yang betul-betul diperhatikan oleh peneleliti yang menggunakan sampel sebagai objek penelitiannya adalah penentuan kerangka sampling. Apa itu kerangka sampling atau sampling frame? Kerangka sampling atau sampling frame yaitu berupa daftar dari unit-unit hasil proses seleksi dari populasi yang nantinya dijadikan acuan untuk dilakukan proses sampling (pengambilan sampel) di lapangan. Kebutuhan kerangka sampling utamanya sangat membantu dalam proses pengambilan sampel acak untuk memenuhi asumsi penggunaan alat statistik setelah data didapatkan dari hasil proses sampling.

Bagaimana mendapatkan kerangka sampling atau sampling frame yang benar-benar baik? Secara konsepsi di atas kertas mungkin akan sangat mudah, dimulai dengan penentuan secara benar dari TARGET POPULASI dengan cara menyisihkan unit-unit populasi yang tidak masuk dalam kriteria objek dalam penelitian. Dan yang nantinya akan dijadikan sebagai panduan bagi peneliti untuk menerapkan kesimpulan pada populasi dan populasi itu adalah populasi yang menjadi target dari penelitian yang dilakukan.

Dalam lingkup penelitian dengan cakupan zona yang luas (umumnya penelitian sosial) semacam polling atau quickcount, tahapan penentuan Target Populasi dan penyusunan Kerangka Sampling yang baik, akan sangat membantu pencapaian keuntungan-keuntungan penelitian yang telah diuraikan di atas. SEMANGAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Sampel


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Pengujian Autokorelasi Dalam Model Regresi Dengan SPSS

Pengujian Autokorelasi Dalam Model Regresi Dengan SPSS

Salah satu pengujian terhadap model regresi yang sudah dibahas pada artikel sebelumya adalah tentang autokorelasi pada model regresi. Autokorelasi pada model regresi salah satunya dapat menyebabkan selang taksiran penaksir (koefisien regresi) menjadi lebar, dalam artian presisi yang didapatkan dari hasil penaksiran menjadi berkurang dan itu merupakan suatu kelemahan bagi model. Adapun salah satu yang menyebabkan terjadinya sifat dasar masalah penelitian yang dihadapi yang kiranya sering dilakukan oleh banyak peneliti yaitu Manipulasi data. Dalam amalisis empiris, data kasar seringkali “dimanipulasi”.

Sebagai misal, dalam regresi deret waktu yang melibatkan data kuartal, data seperti itu biasaya diperoleh dari data bulanan dengan hanya menambahkan 3 observasi bulanan dan membagi jumlah tadi dengan 3. Pemerataan ini menghasilkan penghalusan (smothnees) ke dalam data dengan meratakan fluktuasi dalam data bulanan. Jadi, jika grafik yang memetakan data kuartal nampak jauh lebih halus daripada data bulanan, dan kehalusan ini mungkin dengan sendirinya mengakibatkan pola sistematis dalam gangguan, sehingga mengakibatkan autokorelasi.

Lalu bagaimanakah kita mengetahui dalam model regresi yang kita hasilkan mengandung autokorelasi? Dengan bantuan software SPSS dapat dengan mudah kita ketahui melalui hasil proses perhitungan, metode umum dan relative mudah untuk digunakan adalah dengan metode Durbin Watson dengan nilai d-nya. Pengujian nilai d yang dihasilkan melalui proses perhitungan didasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh Durbin dan Watson, didasarkan atas batas bawah dL dan batas atas dU sedemikian rupa sehingga jika d yang dihitung terletak diluar nilai kritis dL dan dU, suatu keputusan dapat dibuat mengenai adanya autokorelasi positif atau negatif.

Berikut kita perlihatkan tahapan untuk menguji autokorelasi pada model regresi dengan menggunakan SPSS.

  1. Buka software SPSS lalu definisikan variabel penelitian kita pada jendela Variabel View, setelahnya masukan data kedalam software SPSS melalui jendela Data View. Dalam tampilan SPSS akan terlihat seperti gambar berikut : 
  1. Pilih menu Analyze lalu klik Regression lalu pilih Linear lalu klik, maka akan muncul jendela SPSS seperti gambar di bawah ini, yang berisikan menu-menu kelengkapan analisis regresi. 
  1. Masukan variabel-variabel pada sisi sebelah kanan ke dalam kolom pendefinisian variabel yaitu variabel dependent dan variabel independent guna menghasilkan model regresi yang kita inginkan. 
  1. Untuk mendapatkan hasil pengujian autokorelasi pada model, maka klik menu Statistics, maka akan muncul tampilan jendela seperti gambar di bawah. Lalu klik pada menu Residuals pada Durbin-Watson dan klik Continue. 
  1. Setelah masuk ke jendela utama analisis regresi, lalu klik OK. Maka SPSS akan memproses pembentukan model dan pengujian asumsi autokorelasi pada residual dan akan muncul tampilan output SPSS seperti gambar di bawah ini. 
  1. Pada gambar output SPSS, kita mendapatkan nilai Durbin-Watson pada tabel Model Summary. Nilai d yang didapatkan dicocokan dengan kriteria nilai Durbin-Watson berdasarkan interval yang dijelaskan pada artikel sebelumnya.

Dengan menggunakan software SPSS mempermudah proses pembuktian pemenuhan asumsi non autokorelasi bagi model regresi yang dihasilkan. Pada bahasan selanjutkan kita akan jelaskan pula cara penggunaan software SPSS untuk pengujian asumsi regresi lainnya diantaranya linieritas. Sampai jumpa pada pembahasan artikel selanjutnya. SELAMAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Autokorelasi


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Memahami Asumsi Non Autokorelasi Dalam Regresi

Memahami Asumsi Non Autokorelasi Dalam Regresi

Dalam artikel terdahulu kita sudah membahas tiga asumsi regresi linier klasik yaitu asumsi normalitas, asumsi homoskedastisitas dan asumsi multikolinearitas. Pada kesempatan kali ini kita akan bahas satu asumsi lain yang tidak kalah pentingnya, yang berkaitan dengan pengujian pada faktor gangguan atau residual yang dihasilkan oleh model regresi. Asumsi Autokorelasi. Seperti namanya autokorelasi, pastinya asumsi ini erat kaitannya dengan pola hubungan antar faktor gangguan atau residual. Tetapi pola korelasi seperti apakah yang dimaksudkan oleh autokorelasi pada gangguan atau residual yang dihasilkan oleh model regresi, akan dibahas secara lengkap pada uraian berikut.

Sifat Dasar Autokorelasi

Istilah autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi yang terjadi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti dalam data cross sectional). Dalam konteks regresi, model regresi linear klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi tersebut tidak terdapat dalam gangguan ui. Sederhananya dapat dikatakan bahwa usur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun.

Secara umum terdapat dua buah istilah terhadap konsep korelasi yang kita bicarakan disini yaitu autokorelasi dan serial korelasi. Menurut Tintner definisi autokorelasi yaitu “korelasi ketinggalan waktu (lag correlation) suatu deret tertentu dengan dirinya sendiri, tertinggal oleh sejumlah unit waktu”. Sedangkan serial korelasi didefinisikan sebagai “korelasi ketinggalan waktu (lag correlation) antara dua seri yang berbeda”. Dalam hal ini kaitannya dengan pengujian asumsi dalam regresi kita menggunakan konsep dan definisi autokorelasi bukan konsepsi dan definisi dari seria korelasi.

Pertanyaan sekarang adalah kenapa autokorelasi dalam model regresi dapat terjadi? Ada beberapa alasan diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Inersia atau kelembaman. Sebagai misal, deret waktu untuk GNP, indeks harga, produksi, kesempatan kerja dan pengangguran menunjukkan pola siklus. Dalam regresi yang meliputi data deret waktu, observasi yang beruntutan nampak saling bergantung. Hal ini lah yang mengindikasikan adanya autokorelasi pada model regresi yang terbentuk.
  2. Bias spesifikasi : kasus variabel yang tidak dimasukan. Dalam analisis seringkali terjadi bahwa peneliti memulainya dari model regresi yang masuk akal, yang mungkin bukan model yang “sempurna”. Setelah mengevaluasi pada residual yang dihasilkan model, sangat mungkin menyarankan bahwa beberapa variabel yang mulanya merupakan calon variabel tetapi tidak dimasukan dalam model untuk berbagai alasan yang seharusnya dimasukan. Hal tersebut merupakan kasus bias spesifikasi karena variabel yang tidak dimasukan. Seringkali terjadi bahwa dengan memasukan variabel tersebut dapat menghilangkan pola korelasi yang mungkin terjadi diantara residual.
  3. Bias spesifikasi : bentuk fungsional yang tidak benar. Jika pada point 2 terkait masalah variabel yang tidak dimasukan, dalam poin 3 autokorelasi disebabkan atas bentuk formulasi model regresi atas variabel-variabelnya yang tidak sesuai dengan seharusnya (tidak sesuai dengan formula standar atau formula yang benar). Sebagai misal kesalahan pada formulasi model regresi atas biaya marjinal, hal ini dapat menimbulkan hasil taksiran model yang terlalu tinggi (overestimate) ataupun terlalu rendah (underestimate).
  4. Fenomena Cobweb. Autokorelasi yang terjadi pada penawaran banyak komoditi pertanian dimana penawaran bereaksi terhadap harga dengan keterlambatan satu periode waktu karena keputusan penawaran memerlukan waktu untuk penawarannya (periode persiapan) jadi pada awal musim tanam tahun berjalan dipengaruhi oleh harga yang terjadi tahun sebelumnya.
  5. Manipulasi data. Dalam analisis empiris, data kasar seringkali “dimanipulasi”. Sebagai misal, dalam regresi deret waktu yang melibatkan data kuartal, data seperti itu biasaya diperoleh dari data bulanan dengan hanya menambahkan 3 observasi bulanan dan membagi jumlah tadi dengan 3. Pemerataan ini menghasilkan penghalusan (smothnees) ke dalam data dengan meratakan fluktuasi dalam data bulanan. Jadi, jika grafik yang memetakan data kuartal nampak jauh lebih halus daripada data bulanan, dan kehalusan ini mungkin dengan sendirinya mengakibatkan pola sistematis dalam gangguan, sehingga mengakibatkan autokorelasi.

Hal yang perlu diperhatikan bahwa meskipun autokorelasi terutama terdapat dalam data deret waktu, dapat juga terjadi dalam data cross sectional. Beberapa ahli menamakan autokorelasi dalam data cross sectional sebagai autokorelasi ruang (spatial autocorrelation), yaitu korelasi dalam ruang dan bukan dalam waktu. Oleh karenanya, dengan munculnya konsep keruangan (spatial) maka muncul juga analisis regresi spatial yang akan dibahas pada artikel lainnya.

Konsekuensi Autokorelasi

Ingat bahwa jika semua asumsi regresi linier klasik semua terpenuhi, maka dalam semua kelas penaksir tak bias linear, penaksir OLS (ordinary least square) adalah yang terbaik, yaitu penaksir yang memiliki vaarians minimum (efisien). Sekarang jika kita mempertahankan asumsi tadi kecuali tidak adanya autokorelasi dari model klasik, penaksri OLS mempunyai sifat berikut :

  1. Penaksir OLS tidak bias, yaitu dalam penyampelan berulang nilai rata-ratanya sama dengan nilai populasi yang sebenarnya.
  2. Penaksir tadi konsisten yaitu dengan meningkatnya ukuran sampel secara terbatas, penaksir tadi akan jatuh ke nilai yang sebenarnya.
  3. Tetapi, karena terdapat autokorelasi penaksir tadi tidak lagi efisien (tidak mempunyai varians minimum) baik dalam sampel kecil maupun besar asimtotik.

Jika kita tetap menerapkan OLS dalam situasi autokorelasi, konsekuensi berikut yang akan terjadi.

  1. Selang keyakinannya (dalam pengujian hipotesis) akan menjadi lebar secara tak perlu dan pengujian arti (signifikansi) kurang kuat.
  2. Pengujian t dan F yang biasa tidak lagi sah, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan yang menyesatkan secara serius mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang ditaksir.
  3. Penaksir OLS akan memberikan gambaran yang menyimpang dari nilai populasi yang sebenarnya. Dengan perkataan lain, penaksir OLS menjadi sensitif terhadap fluktuasi penyampelan.

Mendeteksi Autokorelasi

Seperti dijelaskan sebelumnya, autokorelasi mempunyai potensi untuk menimbulkan masalah serius pada model regresi linear klasik yang dihasilkan. Tindakan perbaikan karenanya sangat dibutuhkan. Tentu saja sebelum orang melakukan sesuatu penting untuk mengetahui apakah autokorelasi ada dalam suatu situasi tententu. Berikut akan dibahas beberapa pengujian yang biasa digunakan untuk mengetahui ada tidak nya autokorelasi.

  1. Metode Grafik. Dalam suatu deret waktu, metode grafik dapat dikerjakan dengan memetakan residual (et) terhadap waktu (t). Jika secara kasat mata terlihat ada pola sistematis yang terbentuk, maka kita curigai terdapat autokorelasi pada residual.
  2. Percobaan d dari Durbin Watson. Metode grafik dapat dilengkapi dengan metode analitis yang memberikan suatu statistik uji untuk menunjukkan apakah pola non random yang diamati dalam residual (et) yang ditaksir secara statistik signifikan. Keuntungan dari statistik d adalah bahwa statistik d didasarkan pada residual yang ditaksir, yang dihitung dalam analisis regresi. Karena keuntungan ini, nilai d dari Durbin-Watson biasa dilaporkan hasil perhitungannya bersamaan dengan R-Square, R-Square yang disesuaikan, nilai statistik t dan lainnya melalui bantuan software (misal : SPSS). Pengujian nilai d yang dihasilkan melalui proses perhitungan didasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh Durbin dan Watson, didasarkan atas batas bawah dL dan batas atas dU sedemikian rupa sehingga jika d yang dihitung terletak diluar nilai kritis dL dan dU, suatu keputusan dapat dibuat mengenai adanya autokorelasi positif atau negatif.

 

Kriteria Uji Autokorelasi Durbin-Watson

Tindakan Perbaikan

Karena dengan adanya autokorelasi penaksir OLS menjadi tidak efisien, penting untuk mencari tindakan untuk perbaikannya. Tetapi perbaikannya tergantung apa yang diketahui mengenai sifat ketergantungan di antara gangguan. Tindakan perbaikan di sini dibedakan menjadi 2 keadaan diantaranya jika struktur autokorelasi diketahui dan jika tidak diketahui.

  1. Jika Struktur Autokorelasi Diketahui. Karena gangguan ut tidak bisa diamati, sifat autokorelasi sering merupakan soal spekulasi atau keadaan mendesak yang bersifat praktis. Dalam prakteknya, biasanya diasumsikan bahwa gangguan ut mengikuti skema autoregresif derajat pertama. Model regresi yang dibentuk dengan skema autoregresif derajat pertama dikenal sebagai persamaan perbedaan yang digeneralisasikan. Persamaan regresi tersebut menyangkut peregresian Y atas X, tidak dalam bentuk asli, tetapi dalam bentuk perbedaan yang diperoleh dengan menggunakan suatu proporsi dari nilai suatu variabel dalam periode waktu sebelumnya dari nilainya dalam periode saat ini.

(Y – ρYt-1) = β0(1-ρ) + β1(Xt – ρXt-1) + εt (model regresi yang terbentuk)

  1. Jika Struktur Autokorelasi Tidak Diketahui. Meskipun jelas untuk diterapkan, regresi perbedaan yang digeneralisasikan biasanya sulit untuk dilakukan karena ρ (korelasi) dalam prakteknya tidak diketahui. Beberapa metode yang dapat diterapkan diantaranya,
    • Metode perbedaan pertama (the first difference method). Model dengan perbedaan pertama (persamaan poin 1 dengan asumsi ρ = -1) dikenal sebagai model regresi rata-rata bergerak (dua periode) karena kita melakukan regresi nilai satu rata-rata bergerak (moving average) terhadap yang lainnya.
    • ρ (korelasi) didasarkan pada statistik, d Durbin-Watson. Nilai d Durbin-Watson yang digunakan untuk mendapatkan harga taksiran ρ (korelasi) yang akan diterapkan pada model pada poin 1. Dimana nilai ρ ditaksir dengan persamaan ρ = 1 – (d/2).

Sumber : Guzarati, Zain, Ekonometrika Dasar

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com  di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | autokorelasi


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Pengujian Heteroskedastisitas Dalam Regresi Dengan SPSS

Pengujian Heteroskedastisitas Dalam Regresi Dengan SPSS

Salah satu pengujian terhadap model regresi yang sudah dibahas pada artikel sebelumya adalah tentang heteroskedastisitas pada model regresi. Heteroskedastisitas pada model regresi salah satunya dapat menyebabkan selang taksiran penaksir (koefisien regresi) menjadi lebar, dalam artian presisi yang didapatkan dari hasil penaksiran menjadi berkurang dan itu merupakan suatu kelemahan bagi model. Adapun salah satu yang menyebabkan terjadinya adalah sifat dasar masalah penelitian yang dihadapi yaitu pada kenyataanya semisal dalam data cross sectional yang digunakan dalam penelitian meliputi unit yang heterogen, oleh karenanya heteroskedastisitas mungkin lebih merupakan kelaziman dari pada pengecualian.

Lalu bagaimanakah kita mengetahui dalam model regresi yang kita hasilkan mengandung heteroskedastisitas? Dengan bantuan software SPSS dapat dengan mudah kita ketahui melalui hasil proses perhitungan, metode umum dan relative mudah untuk digunakan adalah dengan metode grafik. Metode grafik digunakan dengan cara memetakan kuadrat residual terhadap nilai Y yang ditaksir dari persamaan regresi, idenya adalah untuk mengetahui apakah nilai rata-rata yang ditaksir dari Y secara sistematis berhubungan dengan kuadrat residual.

Berikut kita perlihatkan tahapan untuk menguji heteroskedastisitas pada model regresi dengan menggunakan SPSS.

  1. Buka software SPSS lalu definisikan variabel penelitian kita pada jendela Variabel View, setelahnya masukan data kedalam software SPSS melalui jendela Data View. Dalam tampilan SPSS akan terlihat seperti gambar berikut : 

 

  1. Pilih menu Analyze lalu klik Regression lalu pilih Linear lalu klik, maka akan muncul jendela SPSS seperti gambar di bawah ini, yang berisikan menu-menu kelengkapan analisis regresi. 

 

  1. Masukan variabel-variabel pada sisi sebelah kanan ke dalam kolom pendefinisian variabel yaitu variabel dependent dan variabel independent guna menghasilkan model regresi yang kita inginkan. 

 

  1. Untuk mendapatkan hasil pengujian heteroskedastisitas pada model, maka klik menu Plots, maka akan muncul tampilan jendela seperti gambar di bawah. Lalu masukan variable SRESID pada sumbu Y dan ZPRED pada sumbu X. Lalu klik Continue. 

 

  1. Setelah masuk ke jendela utama analisis regresi, lalu klik OK. Maka SPSS akan memproses pembentukan model dan pengujian asumsi heteroskedastisitas pada residual dan akan muncul tampilan output SPSS seperti gambar di bawah ini. 

 

  1. Pada gambar output SPSS, kita mengidentifikasi bahwa model regresi yang dihasilkan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan dari scatterplot yang terbentuk tidak membentuk pola yang sistematis, cenderung menyebar secara tidak beraturan di sekitar titik (0,0).

 

Dengan menggunakan software SPSS mempermudah proses pembuktian pemenuhan asumsi non heteroskedastisitas bagi model regresi yang dihasilkan. Pada bahasan selanjutkan kita akan jelaskan pula cara penggunaan software SPSS untuk pengujian asumsi regresi lainnya diantaranya autokorelasi dan linieritas. Sampai jumpa pada pembahasan artikel selanjutnya. SELAMAT MENCOBA!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

 

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT | Heteroskedastisitas


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL
Goodness of Fit (GOF) Structural Equation Modeling (SEM)

Goodness of Fit (GOF) Structural Equation Modeling (SEM)

Dalam pembentukan suatu model hampir dipastikan diakhiri dengan pengujian kecocokan model atau pengujian kesesuaian model dengan data penelitian yang kita miliki. Pada pengujian model yang paling sederhana, regresi sebagai misal, dalam regresi pengujian kecocokan model dilakukan dengan pengujian ANOVA yang menghasilkan statistik F (GoF).

Dalam pengujian model regresi pun dihasilkan suatu nilai yang dinamakan indeks determinasi atau umum dikenal R-Square, yang merupakan ukuran representatif variasi atas suatu konsep variabel diukur oleh variabel lainnya atas suatu sampel atau populasi yang diteliti. Semakin besar nilai indeks determinasi yang diperoleh maka semakin baik model yang terbentuk atas variabel-variabel yang dilibatkan didalamnya. Selain itu, dikenal pula pengujian statistik t pada model, yang lebih umum dikenal sebagai pengujian parsial atau pengujian individual langsung pada variabel yang menyusun suatu model.

Tentunya semakin kompleks suatu model pengukuran atas suatu konsep maka tentu saja akan semakin kompleks pula instrumen yang diperlukan dalam pengujian kesesuaian atau kecocokan model yang diperlukan. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas beberapa instrumen yang digunakan dalam pengujian kesesuaian atau kecocokan model SEM, yang pada artikel sebelumnya sudah sedikit dibahas bagaimana cara menggunakan LISREL untuk menghasilkan perhitungan model SEM.

GOF Pada Model SEM  

Menurut Joreskog dan Sorbom untuk menguji model SEM dapat dilakukan melalui pendekatan 2 tahap, yaitu menguji model pengukuran dan setelah itu penguji model pengukuran dan struktural secara simultan. Dalam metode analisis SEM, stataistik yang diuji secara individual dengan menggunakan uji t. Melalui keluaran diagram jalur statistik T-Values, LISREL mengkonfirmasikan hasil uji t secara lengkap dengan tingkat kesalahan uji ditetapkan sebesar 0,05. Jika hasil uji menunjukkan nonsignifikan, LISREL akan mencetak keluaran tersebut dengan sebuah garis diagram jalur berwarna merah.

Disamping secara individual, SEM juga menguji model yang diusulkan secara keseluruhan, yaitu melalui uji kesesuaian model (overall model fit test). Dalam SEM, yang dimaksud dengan “kesesuaian model” adalah kesesuaian antara matriks kovarian sampel dengan estimasi matriks kovarians populasi yang dihasilkan, secara informasi umum dapat dijelaskan bahwa keragaman yang ada pada sampel sesuai atau represestatif dengan keragaman yang ada pada populasi.

Karena itu, pertanyaan utama yang diajukan dalam uji kesesuaian model adalah “Apakah model yang diusulkan menghasilkan sebuah estimasi matriks kovarians populasi yang konsisten dengan matriks kovarians sampel?”. Suatu model (model pengukuran dan model struktural) dikatakan fit atau sesuai dengan data apabila matriks kovarian sampel tidak berbeda dengan estimasi matriks kovarian populasi yang dihasilkan. Maka hipotesis statistik untuk uji kesesuaian model dalam SEM dirumuskan,

H0 : Tidak ada perbedaan antara matriks kovarian sampel dengan matriks kovarian populasi

H1 : Ada perbedaan antara matriks kovarian sampel dengan matriks kovarian populasi

Uji kesesuaian model diharapkan dapat menerima hipotesis nol. Bagaimana uji kesesuaian model dilakukan? Dalam SEM uji tersebut dilakukan dengan menggunakan beberapa ukuran kesesuaian (Goodness of Fit Test-GOF). Pada dasarnya ukuran GOF terdiri dari tiga yaitu ukuran yang bersifat absolute (absolute fit test), komparatif (incremental fit measures) dan parsimoni (parsimonius fit measures).

Absolute Fit Test 

  1. Chi-Square dan nilai P : ukuran uji kesesuaian model berbasis maximum likelihood (ML). Diharapkan nilainya rendah sehingga diperoleh nilai P (probability) yang tinggi melebihi 0,05.
  2. Goodness of Fit Indeks (GFI) : ukuran kesesuaian model secara deskriptif. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  3. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) : nilai aproksimasi akar rata-rata kuadrat error. Diharapkan nilainya rendah lebih kurang sama dengan 0,08.
  4. Expected Cross-Validation Index (ECVI) : ukuran kesesuaian model jika model yang diestimasi diuji lagi dengan sampel yang berbeda tetapi dengan ukuran yang sama.

Incremental Fit Measures

  1. Ajusted GFI (AGFI) : nilai GFI yang disesuaikan. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  2. Normed Fit Index (NFI) : ukuran kesesuaian model dengan basis komparatif terhadap base line atau model null. Model null umumnya merupakan suatu model yang menyatakan bahwa antara variabel-variabel yang terdapat dalam model yang diestimasi tidak saling berhubungan. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  3. Comparative Fit Index (CFI) : ukuran kesesuaian model berbasis komparatif dengan model null. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  4. Incremental Fit Index (IFI) : ukuran kesesuaian komparatif yang dikemukakan oleh Bollen. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  5. Relative Fit Index (RFI) : Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  6. Tucker-Lewis Index : ukuran kesesuaian model sebagai koreksi terhadap ukuran NFI. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.

Parsimonius Fit Measures

  1. Normed Chi Square (NCS) : ukuran kesesuaian yang bersifat parsimoni, yaitu menguji koefisien yang diestimasi memenuhi syarat untuk mencapai suatu model fit. NCS bernilai anatar 1 s.d 5 mengindikasikan model fit dengan data.
  2. Parsimonious Normed Fit Index (PNFI) : ukuran kesesuaian yang bersifat parsimoni sebagai modifikasi ukuran NFI. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  3. Parsimonious GFI (PGFI) : ukuran kesesuaian parsimoni sebagai koreksi dari GFI. Nilainya diharapkan tinggi lebih besar sama dengan 0,90.
  4. Akaike Information Criterion (AIC) : ukuran kesesuaian parsimoni dari Akaike. Semakin kecil AIC mendekati nol (0) menunjukkan model lebih parsimoni.

Model yang memenuhi ukuran-ukuran GOF yang telah dijelaskan di atas merupakan model yang baik bagi data. Secara prinsip, semakin banyak kriteria ukuran yang terpenuhi oleh model maka model tersebut cocok untuk data atau sampel yang kita punya. Karena pada prinsipnya SEM menguji suatu teori yang dimodelkan pada data sampel yang kita punya, maka diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam menentukan kesimpulan atas model yang didapatkan berdasarkan kriteria GOF. Semangat Mempelajari!!!

———————————————————————————————————————————————————-

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.
  • “1st Kirim Pertanyaan, Kami Jawab . . . InsyaAllah”

———————————————————————————————————————————————————-

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | GoF


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL