Mengenal Konsep Analisis Konjoin (Conjoint Analysis)

Mengenal Konsep Analisis Konjoin (Conjoint Analysis)

Untuk kesekian kalinya kita berada pada bahasan analisis pada rumpun analisis multivariat. Kali ini kita masuk pada bahasan yang sangat menarik khususnya bagi rekan peneliti, data master maupun para praktisi bidang usaha, baik itu pada pengembangan produk maupun pengembangan jasa. Mungkin sebagian rekan peneliti, data master maupun para praktisi bidang usaha mengenal atau telah ekspert dengan istilah konjoin atau analisis konjoin. Ya, analisis konjoin sangat membantu sekali bagi rekan-rekan yang bingung atau kesulitan dalam menemukan suatu alat atau metode yang tepat dalam membantu menganalisa data kaitannya dengan fitur produk atau jasa ataupun kesukaan atau preferensi kosumen terhadap produk atau jasa yang kita miliki.

Bisa dibilang analisis konjoin sangat spesial dibandingkan analisis dalam rumpun multivariat lainnya. Namun secara basic pemahaman akan analisis konjoin dapat dibantu dengan pemahaman peneliti atau data master pada konsepsi analisis regresi dan pengujian anova pada rancangan percobaan faktorial. Sebagai gambaran awal bahwa output yang dihasilkan oleh analisis konjoin berupa nilai preferensi konsumen yang dihasilkan dari kombinasi linier pada fitur-fitur produk yang diujikan kepada konsumen, itu dari sisi konsepsi regresi. Pada sisi rancangan percobaan faktorial bahwa analisis konjoin didasarkan atas pertimbangan matang terhadap atribut-atribut atau fitur-fitur produk yang akan diujikan kepada konsumen, sehingga ada baiknya bahwa atribut-atribut atau fitur-fitur yang hendak diujikan kepada konsumen benar-benar representasi kebutuhan atau preferensi konsumen ketika membeli produk.

Analisis konjoin merupakan suatu analisis yang menarik, menarik karena output yang dihasilkan erat kaitannya dengan sukses tidaknya suatu produk ketika di-launching ke market atau dengan kata lain apakah produk tersebut laku atau tidak. Ya, karena pra launching dengan analisis konjoin produk tersebut telah diujicobakan terlebih dahulu sebagai input informasi awalan kepada bagian marketing maupun produksi suatu perusahaan. Jika pun tidak sukses, yang bisa dikoreksi dari penggunaan alat analisis ini adalah penentuan atribut atau fitur yang diuji cobakan di awal apakah sudah tepat atau kah tidak tepat.

Pada beberapa artikel ke depan kita akan coba sedikit kupas konsepsi tentang analisis konjoin, karena merupakan analisis yang kompleks maka akan coba kita uraikan secara bertahap. Berdasarkan buku yang menjadi referensi kita (baca : Multivariate Data Analysis, Pearson New International Edition, Hair dkk) setidaknya terdapat 7 tahapan dalam memahami dan mengaplikasikan konsep analisis konjoin pada penelitian yang akan dilakukan. Cukup panjang dan kompleks memang, perlu kehati-hatian dan ketelitian dalam memahami tiap tahapannya.

  • Tahap 1. Merumusakan Tujuan dari Analisi Konjoin (Objectives of Conjoint Analysis)

Seperti pada umumnya penelitian, tahapan pertama yang paling menentukan dan membuat suatu penelitian memiliki motivasi dan kekuatan adalah penentuan tujuan. Seperti kita kemukakan di muka, bahwa ada keunikan tersendiri pada analisis konjoin yaitu penerapannya pada aspek “marketing” produk atau jasa, 2 (dua) tujuan utama yang setidaknya harus dipegang oleh peneliti diantaranya :

  1.  To determine the contribution of predictor variables and their levels in the determination of consumer preference”. Dengan pemahaman bahwa analisis konjoin ini ditujukan untuk menentukan nilai kontribusi variabel yang menjelaskan (X) dengan tingkatan atau level yang ada pada variabel tersebut (spesifik fitur) yang dapat menggambarkan keputusan preferensi (pilihan) atau kesukaan konsumen. Dengan analisis konjoin kita dapat mendapatkan paket fitur seperti apa dari produk yang paling disukai oleh konsumen (harga,kemasan, rasa, bentuk, dll).
  2. To establish a valid model of consumer judgments”. Dengan pemahaman bahwa analisis konjoin ini ditujukan untuk membentuk suatu model yang terbukti sebagai model keputusan konsumen untuk memilih atau membeli produk atau jasa. Bentuk model disini sama halnya pemahaman kita terhadap model regresi, dalam analisis konjoin variabel-variabel dalam model merupakan spesifik fitur (level dalam variabel) yang memiliki kontribusi besar terhadap preferensi konsumen terhadap produk atau jasa.           

Setelah kita menetapkan pada dua tujuan tersebut di atas, selanjutnya masih dalam rangka menelaah tujuan analisis konjoin, dari dua tujuan tersebut kita dapati dua pertanyaan penting yang perlu dipertimbangkan secara benar oleh peneliti, diantarannya,

  1. Is it possible to describe all the attributes that give utility or values to the productPertanyaan tersebut merepresentasikan apakah para peneliti, data master maupun para praktisi bidang usaha, mungkin untuk menggambarkan semua variabel yang mampu menggambarkan kegunaan atau nilai yang melekat pada produk atau jasa tersebut. Hal ini menjadikan pertimbangan tersendiri bahwa peneliti, data master maupun para praktisi bidang usaha, harus dapat setepat mungkin mendefinisikan produk atau jasanya yang akan ditawarkan kepada konsumen.
  2. What are the key attribute involved in the choice process for this type of product or service?Setelah peneliti, data master maupun para praktisi bidang usaha, yakin atas variabel-variabel yang melekat dan yang mampu menggambarkan produk atau jasa tersebut, maka hal selanjutnya yang perlu dipahami dan diputuskan secara tepat adalah variabel mana saja yang merupakan kunci dalam mempengaruhi konsumen dalam menentukan pilihannya atas produk atau jasa yang ditawarkan nantinya. Karena berdasarkan atas penentuan variabel yang tepat, yang nantinya akan menentukan produk atau jasa tersebut laku atau tidak di pasaran, biasanya penentuan variabel tersebut, salah satunya dapat dilakukan dengan focus group discussion (FGD).

Penetapan tujuan dan jawaban pertanyaan yang tepat pada tahap awal ini sangat menentukan tahapan selanjutnya dalam analisis konjoin. Pada tahapan ini peneliti akan mendapatkan panduan dalam mendapatkan keputusan kunci pada tiap tahapannya.

  • Tahap 2. Mendesain Analisis Konjoin (The Design of Conjoint Analysis)

Pada tahap ini kita mencoba untuk mempersiapkan kelengkapan analisis konjoin darisisi perencanaan dan teknis. Seperti kita ketahui bahwa pada tahap pertama bisa dikatakan adalah tahapan konsepsi terhadap masalah yang akan coba dicarikan pernyataan keputusan atau solusinya. Nah, pada tahapan ini lah kita mendeskripsikan hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk mendapatkan keputusan atau solusi tersebut pada analisis konjoin. Adapun hal-hal yang perlu diketahui oleh peneliti dalam mendesain suatu analisis konjoin sebagai berikut,

[1]. Metode konjoin yang mana yang harus dipilih

Pada analisis konjoin setidaknya terdapat 3 (tiga) jenis metode yang dapat dipilih oleh peneliti diantaranya traditional conjoint, adaptive conjoint dan choice-based conjoint. Dimana penentuan pemilihan diantara ketiga metode konjoin yang akan digunakan harus berdasarkan pada beberapa kriteria tertentu diantaranya adalah pada jumlah atribut atau variabel yang disertakan pada model, satuan responden yang akan dianalisis (individu atau kelompok), pemilihan metode analisis pada model dan bentuk dari model konjoin itu sendiri. Untuk mempemudah pemahaman kita, berikut rangkuman metode analisis konjoin berdasarkan kriteria yang mendasarinya,

Metode Analisis Konjoin

Gambar 1. Metode dan Kriteria Pemilihan Metode Analisis Konjoin

Dengan pemenuhan tiap kriteria yang menjadi prasyarat yang mendasari metode konjoin yang akan digunakan dapat memandu peneliti atau data master untuk memperoleh output yang optimal dan tepat dari analisis konjoin.

[2]. Bagaimana menentukan variabel atau faktor dengan level-nya di kombinasikan dalam suatu profile

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kesuksesan analisis konjoin diantaranya adalah pada pemilihan dan pengkombinasian faktor beserta level-nya dengan tepat dan yang dapat menggambarkan produk atau jasa tersebut dengan tepat dan jelas.  Hal ini sangat penting dikarenakan berpengaruh terhadap keefektifan profile (kombinasi level tiap faktor) dalam tugasnya (menggambarkan produk atau jasa), akurasi pada hasil yang didapat dan utamanya relevan dengan kebutuhan manajerial. Oleh karenya, dalam penentuan faktor berserta level-nya, peneliti harus dapat memastikan 2 (dua) hal bahwa faktor beserta level-nya tersebut dapat dikomunikasikan (communicable) dan dapat diimplementasikan (actionable),

  1. Communicable Measures. “The factor and levels must be easily communicated for a realistic evaluation.” Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kombinasi fitur yang akan dievaluasi kepada konsumen harus sebisa mungkin dapat terkomunikasikan dengan baik kepada konsumen. Hal ini untuk menghindarkan bias pengukuran yang mereflesikan pilihan konsumen. Sebagai contoh, dalam evaluasi parfum atau lotion jika memang dievaluasi berdasarkan format textual tanpa “tester” langsung mungkin tidak mampu menangkap secara sensori beberapa fitur dari produk tersebut, sehingga memungkinkan untuk terjadinya ketidaktepatan dalam pengukuran. Hal-hal seperti itu yang harus dipertimbangkan secara baik oleh peneliti.
  2. Actionable Measures. “The factor and levels also must capable of being put into practice, meaning the attributes must distinct and represent a concept that can be implemented precisely.”  Dalam hal ini bahwa atribut yang digunakan untuk menggambarkan produk atau jasa yang diujikan harus mampu dibedakan secara spesifik dan secara kuantitas, tidak tergambarkan secara umum (misal tentang kualitas dan kenyamanan). Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa atribut dari produk atau jasa yang diujikan kepada responden harus benar-benar dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Hal ini untuk menghindarkan konsumen dari ketidakpastian dalam memilih suatu atribut dibandingkan dengan atribut lainnya pada produk atau jasa yang diujikan, sehingga hasil yang didapatkan tidak dapat menggambarkan pilihan sebenarnya dari konsumen. Sebagai contoh bahwa pada pada tataran penentuan level dari atribut (mis : kualitas) dihindarkan dari memilih istilah spesifikasi yang kurang tepat, misal : lowmoderatehigh, dikarenakan hal tersebut bersifat subjektif dan memiliki standar yang berbeda-beda dari tiap konsumen dari pemaknaan yang sebenarnya. Oleh karenanya, pemilihan atribut dan level-nya sebisa mungkin yang dapat membedakan satu sama lain dan begitu pula pada kenyataanya (situasi riil).

Selainkedua hal tersebut di atas, yang harus peneliti perhatikan terkait dengan faktor dan level-nya, ada hal-hal lain yang secara spesifik perlu diperhatikan khusus pada Faktor dan Level-nya. 

  1. Faktor. Terdapat setidaknya 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan peneliti dalam hal penentuan faktor diantaranya, jumlah faktor yang akan disertakan (Minimum Profil = Total Level dari Semua Faktor – Jumlah Faktor + 1), multikolinearitas yang mungkin terjadi antar faktor (solusinya dengan memadukan faktor “superattribute” dengan tetap menjaga “actionable” dan “specific”) dan peran unik jika “harga” dijadikan faktor (faktor “harga” sangat berkorelasi dengan banyak faktor lainnya, “harga” merepresentasikan nilai kegunaan produk atau jasa dan “harga” mungkin berinteraksi dengan faktor lainnya, semisal “merk”, oleh karenanya diperlukan perlakuan khusus jika faktor “harga” dimasukan ke dalam analisis konjoin).
  2. Level. Penspesifikan level (level faktor) merupakan aspek yang sangat penting dalam analisis konjoin, hal ini dikarenakan level inilah yang dijadikan dasar pengukuran dalam pembentukan profile produk atau jasa yang akan dievaluasi. Oleh karenanya, penelitian menunjukkan bahwa jumlah dari level, keseimbangan dari jumlah level antar faktor dan jarak antar level (levelisasi) dalam suatu faktor memiliki pengaruh yang berbeda dalam hasil evaluasi pada produk atau jasa.

Yang harus diperhatikan oleh peneliti bahwa tahapan penentuan faktor dan penspesifikan faktor (levelisasi) merupakan tahapan yang paling penting. Hal ini dikarenakan sekali faktor dilibatkan dalam pembentukan profile yang dievaluasi oleh konsumen, maka faktor tersebut tidak dapat dihilangkan. Hal ini dikarenakan konsumen selalu mengevaluasi atribut atau profile sebagai suatu set, sehingga apabila menghilangkan suatu atribut atau profile (setelah diujikan kepada konsumen) dapat membuat analisis konjoin menjadi tidak valid.

[3]. Tipe efek seperti apa yang diharapkan oleh peneliti (main effect -additive model dan atau interaction effect)

Setelahpada 2 (dua) poin sebelumnya kita sudah memilih metode dan faktor beserta level-nya dalam rangka mendesain analisis konjoin yang akan dilakukan. Pada langkah selanjutnya masih dalam rangka mendesain analisis konjoin, yaitu menentukan aturan dalam mengkomposisikan faktor berserta level-nya tadi. Pada umumnya aturan tersebut terdapat 2 (dua) macam yaitu “additive model” dan “adding interactive effects”.

  1. additive model merupakan aturan komposisi faktor dan level-nya yang paling umum, yaitu mengasumsikan bahwa nilai total preferensi (utility) dari konsumen diperoleh dengan hanya menambahkan semua nilai (bobot) atribut atau level (part-worth) dari profile produk atau jasa yang dievaluasi. Dalam “additive model” setidaknya variansi preferensi (utility) dari konsumen yang dapat dijelaskan oleh model (part – worth) yaitu sebesar 80% s.d 90%.
  2. adding interactive effects merupakan aturan komposisi seperti layaknya pada “additive model”, dimana nilai kegunaan (utility) dari produk atau jasa merupakan jumlah dari part-worth atribut atau level dari produk atau jasa, hanya saja dalam “adding interactive effects” ditambahkan part-worth dari kombinasi yang pasti dari atribut atau level tertentu dari produk atau jasa. Hanya saja dengan penambahan interaksi faktor, penambahan variance yang dapat dijelaskan oleh model hanya sekitar 5% s.d 10%, sedangkan dengan penambahan interaksi faktor dapat menambah cukup banyak profile yang harus di evaluasi oleh konsumen.

Kaitannya dengan kedua model faktor dan level-nya tersebut di atas yakni “additive model” dan “adding interactive effects”, maka dalam hubungannya dengan part-worth maka dikenal 3 (tiga) pola hubungan yaitu linear model, quadratic form (ideal model) dan separate part-worth form. (noted : parth-worth serupa dengan nilai taksiran beta pada analisis regresi). Dimana pemilihan model tersebut harus disesuaikan dengan kondisi melalui informasi a priori yang dimiliki maupun pendekatan berdasarkan informasi empiris.

Hubungan Faktor Dalam analisis Konjoin

Gambar 2. Tipe Hubungan Faktor dan Level-nya

[4]. Bentukpengukuran (presentasi) seperti apa yang harus digunakan kepada respondensebagai langkah untuk memperoleh data

Tahapan terakhir dalam mendesain analisis konjoin adalah terkait dengan data collecting. Setidaknya ada 3 (tiga) keputusan yang harus dipertimbangkan oleh peneliti terkait dengan pengambilan data untuk keperluan analisis konjoin diantaranya, tipe dari metode presentasi faktor dan level-nya (type of presentation method for the factors), tipe dari variabel respon (type of response variable) dan metode dari pengambilan data (method of data collection).

  • Choosing a presentation method.

Terdapat 3 (tiga) metode presentasi faktor dan level-nya kepada konsumen dalam proses evaluasi produk atau jasa kaitannya dengan analisis konjoin diantaranya, full-profile method, dimana setiap profile digambarkan secara terpisah dan lebih sering menggunakan kartu profile sebagai alat bantu evaluasi produk atau jasa oleh konsumen. Penilaian terhadap metode ini dapat dilakukan baik itu dengan cara meranking maupun meratingnya. Selain itu penggunaan metode ini disarankan ketika faktor yang dievaluasi maksimal 6 buah faktor. The pairwise combination presentation, dimana pada metode ini melibatkan 2 (dua) profile yang diperbandingkan dengan cara merating yang menunjukkan kekuatan pilihan dari konsumen atas suatu profile dibandingkan dengan lainnya. Biasanya dalam implementasinya faktor atau atribut yang diperbandingkan hanya sebagian-sebagian dalam sekali evaluasi, hal ini dilakukan untuk menyederhanakan proses evaluasi oleh konsumen jika faktor atau atribut yang dievaluasi sangat banyak, dan trade-off presentation, dimana pada metode ini digunakan 2 (dua) faktor atau atribut dalam sekali evaluasi oleh konsumen dengan merangking setiap kombinasi level dari faktor yang diujikan. Sekilas metode ini sangat mudah bagi konsumen dan mudah secara administrasi, karena hanya melibatkan 2 (dua) faktor dalam sekali pengujian. Beberapa keterbatasan dalam metode ini diantaranya karena tiap pengujian hanya terdapat 2 (dua) faktor atau atribut sehingga memperbanyak penilaian bagi konsumen dan hasil pengukuran yang bersifat nonmetric (ordinal). Untuk memperjelas perbandingan ketiga metode tersebut, berikut disajikan gambar yang memperlihatkan ketiga metode tersebut.

Kartu Profile Analisis Konjoin

Gambar 3. Metode Presentasi Faktor dan Level-nya
  • Selecting a measure of consumer preference.

Setelah pada bahasan sebelumnya kita sudah memahami desain analisis konjoin hingga tahapan menentukan metode presentasi untuk mengevaluasi profile produk atau jasa kepada konsumen. Pada tahapan ini kita akan coba mempelajari bagaimana menentukan bentuk profile dan cara pengukurannya. Secara prinsip bahwa semakin banyak faktor dan level-nya yang dilibatkan maka akan semakin banyak dan kompleks profile yang akan disodorkan kepada konsumen untuk di evaluasi dan hal ini yang harus dipertimbangkan secara matang oleh peneliti agar apa yang diharapkan dari proses evaluasi oleh konsumen memberikan hasil yang valid.

Sebagai contoh jika kita memiliki 4 (empat) buah faktor dengan 4 (empat) buah level untuk masing-masing faktor, maka setidaknya akan ada 256 profile (4 x 4 x 4 x 4 = 256) yang harus dievaluasi oleh konsumen.

Selain itu perlu dipertimbangkan juga jumlah minimal profile yang diperlukan untuk mendapatkan estimasi atau taksiran part-worth yang relatif stabil dari model yang dihasilkan. (lihat rumus sebelumnya). Dengan ketentuan tersebut maka minimum responden yang diperlukan untuk mengevaluasi profile produk atau jasa adalah PANGKAT (2 atau 3) dari jumlah parameter atau level-nya. Sebagai tambahan, perlu menjadi pertimbangan bagi peneliti, berdasarkan pengalaman menunjukkan bahwa responden dapat menyelesaikan proses evaluasi dan cenderung valid hingga 30 pilihan profile, akan tetapi setelahnya (> 30) hasil dari evaluasinya sedikit meragukan (disebabkan kelelahan atau tidak fokus lagi).

Sebelum kita sampai pada bahasan cara menentukan pengukuran terhadap profile, sebelumnya mari kita coba memahami cara untuk mendisain suatu profile. Sebagai catatan bahwa profile yang kita susun harus memenuhi setidaknya 2 (dua) aturan diantaranya profile yang disusun memnuhi aturan orthogonality (tidak ada korelasi antar level) dan balanced design (tiap level dari tiap faktor muncul disetiap kali evaluasi). 2 (dua) pendekatan dalam penyusunan profile diantaranya

  1. Fractional Factorialmerupakan pendekatan yang umum digunakan. Cara kerjanya yaitu dengan mengambil sampel profile dari keseluruhan profile yang mungkin, dengan jumlah profile yang digunakan tergantung pada aturan komposisi yang digunakan oleh responden (additive atau adding interactive). Sebagai contoh, dengan menggunakan model additive, metode full-profile dengan 4 (empat) faktor dan 4 (empat) level maka hanya diperlukan 16 (enam belas) profile untuk menaksir efek langsung yang orthogonal dan balance. Sedangkan 240 profile lainnya tidak dipilih dalam desain fractional factorial dan hanya digunakan jika dikehendaki penaksiran dengan menambahkan efek interaksi (adding interactive effect).
  2. Bridging Design, digunakan jika jumlah faktor sangat banyak dan adaptive-conjoint tidak dapat digunakan. Prinsipnya adalah membagi faktor yang banyak tadi menjadi beberapa subset faktor yang sesuai. Dan pembentukan profile berdasarkan pada subset faktor yang terbentuk tadi, sehingga responden tidak disodorkan faktor yang banyak tadi dalam satu kemasan profile.   

Kita sudah pahami bagaimana cara mendisain profile yang kita perlukan bagi variabel penelitian yang kita miliki. Selanjutnya kita akan mempertimbangkan dengan cara bagaimana variabel penelitian tersebut (profile) diukur atau dinilai oleh konsumen. Setidaknya ada 2 (dua) jenis pengukuran yang dapat digunakan oleh peneliti diantaranya,

  1. Rank-Ordering. Digunakan untuk mendapatkan suatu rangking atas pilihan atau kesukaan terhadap profile produk atau jasa yang dievaluasi oleh konsumen (rangking profile dari paling disukai atau dipilih hingga paling tidak disukai atau dipilih), dimana terdapat 2 (dua) keuntungan utama. Pertama, rank-ordering mungkin lebih reliable karena penggunaan rank-ordering lebih mudah dibandingkan rating dengan ketentuan bahwa jumlah profile yang dievaluasi cukup sedikit (< 20). Kedua, rank-ordering lebih memiliki fleksibilitas untuk digunakan pada metode additive maupun adding-interactive. Akan tetapi rank-ordering pun memiliki kelemahan diantaranya adalah pada masalah pencatatan (administrasi), dikarenakan prosedur rank-ordering dilaksanakan dengan cara mengurutkan kartu profile berdasarkan urutan pilihan atau kesukaan dan prosedur ini hanya memungkinkan dilakukan dengan cara tatap muka langsung (interviewing).
  2. Rating. Dalam rating, ukuran preferensi yang dihasilkan adalah dalam bentuk skala metrik (interval atau rasio). Keuntungannya adalah hasil preferensi mudah untuk didapat, mudah dalam pencatatan (misal : dengan menggunakan email) dan mudah dalam menganalisa hasilnya (misal : dengan menggunakan regresi multivariat). Aturan yang melekat pada rating adalah setidaknya harus terdapat 11 kategori (misal : 0 s.d 10 atau 10 s.d 100 – dalam kelipatan 10) untuk jumlah profile sampai dengan 16 buah profile dan diperluas menjadi 21 kategori untuk jumlah profile lebih dari 16 buah profile.

Untuk memilih diantara kedua tipe pengukuran tersebut di atas haruslah berdasarkan sisi keprakatisan dan pertimbangan konseptual. Dalam penelitian umum menunjukkan bahwa rank-ordering lebih disukai dibandingkan rating meskipun perlu effort yang sebelumnya dijelaskan.

  • Survey administration.

Tahapan akhir dalam mendesain analisis konjoin adalah melakukan survey dan melakukan pencatatan data. Sebelum masuk pada bagian tersebut, ada baiknya sekilas kita telaah apakah ada ketentuan lebih lengkap atau praktis mengenai sampel yang diperlukan dalam analisis konjoin, meskipun sedikit aturannya kita sudah sebutkan pada pembahasan sebelumnya.

Secara teoritis bahwa analisis konjoin dapat ditaksir dengan hanya seorang konsumen jika konsumen tersebut melakukan serangkaian pengujian preferensi yang cukup lengkap. Hanya saja peneliti tetap dibebankan oleh konsepsi bahwa sampel tersebut harus mewakili populasi. Selain itu kebutuhan terhadap ukuran sampel tersebut juga berhubungan dengan mencerminkan apa hasil preferensi tersebut (misal : purchasing atau market share) dan seberapa akurat hasil prediksi (hasil analisi konjoin) yang dinginkan. Jika berdasarkan pada interval konfidensi yang diharapkan (error rate), maka ukuran sampel sebesar 200 konsumen cukup memberikan margin error yang dapat diterima. Akan tetapi untuk studi yang lebih kecil lingkupnya, ukuran sampel sebesar 50 konsumen cukup baik dalam memberikan kilasan hasil preferensi konsumen. Oleh karenanya, dari gambaran di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ukuran sampel untuk analisis konjoin ideal minimal sebesar 200 unit sampel dan minimal 50 unit sampel.

Sedangkan untuk memperoleh data preferensi konsumen atas intrumen yang telah kita susun, umumnya penelitian yang dilakukan kaitannya dengan penggunaan analisis konjoin, sangat memungkinkan menggunakan cara yang sudah sedikit disinggung pada paparansebelumnya yaitu dengan cara wawancara baik itu dengan menggunakan mail (baik itu kuesioner fisik maupun kuesioner via email) maupun dengan menggunakan telepon. Juga seperti yang telah kita ulas pada paparan sebelumnya, bahwa sebisa mungkin profile yang harus di evaluasi oleh konsumen sesedikit mungkin (tetap menjaga key attributes), hal ini disandarkan pada validitas dan reliabilitas hasil yang diharapkan oleh peneliti (noted : 30 profile awal cenderung reliable dan lebih dari 30 profile cenderung meragukan). Hal tersebut setidaknya dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti, data master atau praktisi bidang usaha untuk merencanakan rencana penggunaan analisis konjoin sebaik mungkin agar pemenuhan terhadap tujuan pengembangan produk atau jasa didapatkan secara optimal.

Demikian 2 (dua) tahapan awal sebagai dasar dalam melakukan analisis konjoin. Dengan pemahaman yang baik atas 2 (dua) tahapan tersebut diharapkan dapat membantu mempermudah pemahaman pada tahapan-tahapan selanjutnya. Awal sangat menentukan hasil akhir, begitu kiranya jika kita memahami tahapan yang harus dilalui ketika kita hendak menggunakan analisis konjoin. Setidaknya 2 (dua) tahapan awal yang sudah kita paparkan di atas yaitu mengenai Tujuan Analisis Konjoin dan Mendesain Analisis Konjoin, dapat dijadikan pondasi awal pemahaman terhadap tahapan-tahapan selanjutnya dari analisis konjoin. Salah dalam memahami proses awal tersebut akan membingungkan dalam pengimplemtasian pada riil kasus yang dimiliki oleh peneliti, data master atau praktisi usaha. Pada artikel selanjutnya kita akan sedikit mengulas pembahasan analisis konjoin diantaranya pada tahapan : Asumsi Analisis Konjoin, Menaksir (part-worth) Model Konjoin dan Uji KecocokanModel, Menginterpretasikan Hasil Analisis Konjoin, dan Memvalidasi HasilAnalisis Konjoin. SEMANGAT MEMAHAMI!!!

Sumber :

  • Multivariate Data Analysis, Josep F. Hair Jr., William C. Black, Barry J. Babin, Rolph E. Anderson. Seventh Edition.

————————————————————————————————————————————————————————

  1. Jika rekan peneliti memerlukan bantuan Survey Lapangan, Survey Online ataupun Olah Data dapat menghubungi mobilestatistik.com di :
  1. Klik “Konsultasi Gratis” untuk mendapatkan informasi atau solusi terkait dengan pertanyaan-pertanyaan seputar metodologi penelitian.


————————————————————————————————————————————————————————

online survey BPKH RI | LISREL | SEM | Eviews | Analisis Faktor | Validitas | SWOT


survey lapangan kampung ketandan I path analisis | analisis jalur | LISREL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *